Search + histats

Wednesday 23 January 2013

BitterSweet01 — Mild Issue


AoiHa-Bittersweet Header
—Rukira Matsunori
The GazettE
—Aoi x Uruha
PG-15 (?)
—Bahasa hancur lebur, Common Theme!
Male x Male!
— 3.205 (12)


Mild Issue

:*::*::* :

Srek!

Sorot cahaya matahari yang mulai meninggi menyapa tubuh dan sebagian wajah sesosok laki-laki yang tertidur dengan lelap berbalutkan selimut tebal di atas tempat tidur king size-nya. dia sedikit mengernyitkan dahinya merasakan hawa hangat dan cahaya menyilaukan yang menyentuh wajah tidurnya saat gorden kamarnya dibuka, namun matanya tetap tertutup rapat dengan senyuman tipis sebagai refleksi dari mimpi yang membuat sang laki-laki lainnya penasaran.

Uruha. Takashima Uruha.
Laki-laki berambut kecoklatan dengan mata sayu yang terbaring damai di atas tempat tidurnya. Tahun ini ia baru menginjak semester-4 di kuliahnya dan beberapa bulan lagi melepas usia kepala satu-nya.

“Uruha~”, bisik seorang laki-laki lainnya dengan lembut di telinga laki-laki yang tertidur dengan lelap itu. “bangun, kau ada kuliah hari ini”, imbuhnya masih dengan suara berbisik yang malah membuat Uruha semakin melebarkan senyumnya. “Uruha?”

“hmm…”, Uruha semakin menyusupkan kepalanya ke dalam selimut tebal yang membalut tubuhnya.

“Uru—“

“nyem..nyem…”

“BANGUN!!!”

Uruha sontak membuka kedua matanya lebar-lebar dan membangunkan tubuhnya sambil memegangi sebelah telinganya yang mendengung akibat suara teriakan laki-laki lainnya tepat di depan telinganya.

“AOI !!!”

Uruha ngamuk memukuli laki-laki yang juga duduk di atas tempat tidurnya itu dengan guling karena menghentikan paksa mimpi indahnya, sementara laki-laki yang dipanggil Aoi itu hanya tertawa menerima pukulan-pukulan istrinya.

ISTRI???

Benar.
Mereka adalah suami istri, dengan kata lain mereka telah saling mengucapkan janji setia sehidup semati dan resmi menikah (anggaplah pernikahan sesama jenis di Jepang sudah di sah-kan akakak amit-amit)

Aoi. Shiroyama Aoi.
Seorang pemuda tampan berkualitas tinggi(?), dengan masa depan yang cerah dalam genggamannya. Di usia-nya yang baru menginjak 25tahun dia sudah menjadi seorang manajer sebuah perusahan besar di Jepang karena talenta , kecekatan, tanggung jawab dan kejujurannya dalam melakukan pekerjaannya.

“cepatlah bersiap-siap, aku antar kau ke kampusmu”, ucap Aoi sambil memakai dasinya di depan cermin.

Uruha masih mengusap-usap kedua matanya malas, beranjak turun dari tempat tidurnya menghampiri Aoi. “sudah sarapan?”

Aoi mengangguk kecil, “sudah kusiapkan untukmu juga di meja makan, tuan putri…”

“umh…arigatou suamiku”, Uruha cengir mencubit perut Aoi.

Itu sudah biasa. Setiap bangun pagi Aoi yang selalu menyiapkan sarapan untuk mereka. Selain mapan, bertalenta, tampan, Aoi juga jago memasak, berbeda dengan Uruha yang sederhana, satu kelebihannya yaitu penuh dengan kekurangan dan hanya bisa menghabiskan makanan saja, Uruha ancur soal masak-memasak dan semua pekerjaan uke lainnya, karena itu Aoi sukarela menyiapkan makanan untuk mereka setiap pagi, bahkan membersihkan rumah pun dilakukan sang gurame itu. Benar-benar pria idaman para uke.

“sudah, cepatlah! Sebentar lagi aku terlambat”, Aoi mendorong punggung Uruha kearah kamar mandi, masih sibuk dengan dasinya.

“iya-iya..”, Uruha sedikit manyun melangkah ke kamar mandi.

3 Minggu.
Itu adalah usia pernikahan Aoi dan Uruha, pengantin baru memang. tiga hari yang lalu mereka baru pulang dari Bali, menyelesaikan tugas(?) honeymoon mereka yang tertunda. Aoi dan Uruha menghabiskan waktu seminggu di salah satu pulau milik Indonesia yang terkenal menjadi tujuan wisata para turis luar itu. berjemur di pantai, berjalan-jalan sore hari melihat sunset, makan nasi goreng, melihat para bule berkeliaran memakai bikini, mereka cukup menikmati semuanya, terutama Uruha. bahkan ketika tiba waktu mereka pulang, Uruha ngotot menolak dan nyebur ke laut padahal dia gak bisa berenang, hingga Aoi harus susah payah ikut menceburkan diri menyeretnya kembali ke tepi pantai. Mereka berselisih usia 5 tahun, tapi Aoi seperti menikahi anak SD. Uruha memang agak kekanak-kanakan, dan Aoi baru mengetahui itu.

“sudah sampai Uruha”, Aoi menepuk-nepuk pipi Uruha.

“he? oh”, Uruha melepaskan headset di kedua telinganya, ia tidak menyelesaikan mimpinya tadi dan kembali melanjutkannya di mobil. “eh?”, Uruha mengurungkan niatnya membuka pintu mobil dan berpaling ke arah Aoi.

“ada yang lupa?”, tanya Aoi.

Uruha mengangguk memejamkan mata sambil monyongin bibir keritingnya membuat Aoi menaikan sebelah alis kemudian mencomot(?) bibir Uruha dengan tangannya. Uruha yang sadar mendapatkan comotan dan bukan sebuah morning kiss yang ia harapkan segera membuka matanya dan menepuk tangan Aoi membuat suaminya itu mendadak meledak dengan tawa melihat ekspresi kekecewaan Uruha yang manyun(?)-in bibirnya. Uruha bukan sedang melucu tapi minta dikisu.

Laki-laki berambut coklat itu segera memukul dada Aoi yang masih tertawa lalu turun dari mobil Mercedes-Benz Elegant Blue milik suaminya itu dengan tampang masam.

“ah, aku berangkat ya”, pamit Aoi setelah bersusah payah menghentikan tawanya.

 “pergi saja sana.”, Uruha mencibir tanpa memalingkan wajahnya pada Aoi.

“kau tambah jelek tahu! cemberut begitu…”

“iya! Aku memang jelek!”, rutuk Uruha membuang muka.

“memang! haha…”, Aoi tertawa iseng lalu kembali menjalankan mobilnya melesat menuju kantor.

“kau juga jelek gurame dower!”, Uruha mengembungkan kedua pipinya masih berdiri melihat mobil Aoi melaju meninggalkannya sampai mobil itu menghilang dari pandangannya. Rengutan di wajahnya seketika berubah menjadi senyuman kecil, Uruha begitu mengagumi sosok laki-laki yang baru saja meninggalkannya itu, hanya dalam waktu singkat saja Aoi membuat Uruha tergila-gila padanya. Aoi bukan laki-laki sembarang laki-laki, bagi Uruha, Aoi adalah laki-laki sempurna yang menyempurnakan hidupnya. Uruha benar-benar mencintainya. sampai tiba-tiba seseorang sengaja menyenggol bahu Uruha, mengganggu imajinasi pagi Uruha tentang suami gurame-nya itu.

“Yoh!!”, seorang laki-laki ber-dimple mengangkat sebelah tangannya menyapa, “wajahmu sumringah amat, mentang-mentang pengantin baru”, sindir Kai.

“hmm…”, Uruha tersenyum, “kau tidak akan mengerti kalau tidak mengalaminya sendiri”, Uruha ngeloyor.

“ha? sombongnya~”, Kai nubruk tubuh Uruha dari belakang.

Uruha sedikit mengembungkan kedua pipinya sambil menyangga dagu saat memperhatikan dosennya memberi penjelasan di depan kelas. Namun tiba-tiba senyuman terkembang di bibir kritingnya mencoba mencari kesenangan ditengah-tengah membosankannya kegiatan di kelas itu. Uruha membayangkan dosen botak itu adalah suaminya, Uruha hanya melihat wajah Aoi yang kini berdiri di depan kelas itu, dengan begitu rasa bosannya sedikit terobati.

“moshi-moshi~”

‘oh Uruha?’

“Aoi sedang apa?”

‘aku di kantor, ada apa?’

“kangen”

‘ha?’

“kau gak kangen sama aku?”

‘iya, tapi aku sedang kerja sekarang, aku tutup dulu ya’

Tut..Tut..Tut…

Uruha mengernyitkan dahi melihat layar ponselnya. Wajahnya mendadak cemberut kembali menghubungi nomor ponsel Aoi agak ngambek.

‘moshi-moshi…’

“Kamu mau gitu aja sama aku?”

‘he?’

“ya udah, aku tidak mau tidur seranjang malam ini!”

‘ap—‘

Tut…Tut…Tut…

Uruha menon-aktifkan ponselnya lalu memasukannya ke saku celana dengan wajah masam keluar dari toilet. Ia memang sengaja mencuri-curi waktu untuk menghubungi Aoi ditengah jam kuliahnya, padahal sebentar lagi jam pelajaran pertama selesai tapi Uruha tidak bisa menunggu sampai saat itu untuk mendengar suara Aoi, jika ia mau sekarang maka saat itu juga itu harus terkabul. Padahal baru beberapa jam saja mereka terpisah Uruha sudah sangat merindukannya,  Rasanya tersiksa sekali menjadi istri seorang Shiroyama Aoi berpheromone elit itu :D. Tapi sepertinya sikap Aoi barusan sedikit membuatnya kecewa.

:*::*::* :

“Tadaima….”, Aoi segera melepaskan sepatunya dan berjalan ke arah ruang utama, lalu menengok ruang televisi. Aoi tidak menemukan Uruha di sana biasa ia menemukannya saat pulang kerja. Berarti istrinya itu sudah masuk kamar, tidur mungkin? Karena diluar rancana Aoi harus pulang agak telat dari biasanya hari ini tanpa sempat memberitahu Uruha.

Aoi membuka pintu kamarnya perlahan berusaha agar pintu yang ia dorong tidak menimbulkan bunyi. Tapi Uruha cukup kebluk sebenarnya, jadi kalau Cuma suara pintu yang dibuka tidak akan membuatnya terbangun.

Aoi melihat Uruha sudah terbaring membelakanginya di atas tempat tidur mereka. Aoi melepaskan jas dan dasi yang dipakainya dan segera menggantinya dengan piyama. Naik ke atas tempat tidur dan menengok wajah tidur Uruha yang menurutnya begitu menggemaskan, Aoi tersenyum lalu masuk ke dalam selimut yang juga menyelimuti tubuh Uruha, memeluk pinggang ramping istri(?)nya itu berusaha terlelap.

“Bau!!”, Uruha tiba-tiba terbangun membuat Aoi juga ikut kembali membuka matanya.

“apa?”, Aoi mengernyitkan dahinya.

“kau belum mandi Aoi ! sana mandi dulu! syuh syuh!”

Aoi sedikit mendengus membangunkan tubuhnya, menatap kedua mata kecoklatan laki-laki yang lebih muda darinya itu dengan intens, “ini sudah malam Uruha, biarkan aku tidur”, kata-kata yang keluar dari mulut Aoi. Uruha hanya mendelikan mata khasnya lalu kembali menarik bola-matanya dari Aoi sambil ngerucut-rucutin bibir keritingnya tanda ia mencibir-i suaminya sendiri.

Uruha masih kesal karena Aoi tiba-tiba memutuskan sambungan teleponnya tadi siang, dan Aoi belum meminta maaf padanya dengan benar.

“eff—“

Uruha melamun sejenak dan saat ia sadar, Aoi sudah mencium bibirnya, memiringkan kepalanya sedemikian rupa menikmati bibir Uruha yang menggodanya. Aoi menyusupkan tangannya ke balik selimut mengelus-elus paha istrinya itu yang masih berbalutkan celana piyamanya, namun itu cukup membuat Uruha sedikit menggigit bibir bawahnya sementara Aoi masih mencumbu bibir keritingnya dengan hisapan-hisapan. Aoi sedikit menekan bibir Uruha, memegangi kedua bahu sang brunette yang lebih muda darinya itu dan membawanya kembali terbaring di atas tempat tidur.

Aoi membuka satu persatu kancing piyama Uruha saat bibir mereka masih bertaut dengan sengit(?), namun tiba-tiba Uruha melepaskan pagutan bibir mereka dan memalingkan wajahnya ke samping.

Aoi menaikan satu alisnya sedikit terganggu, “ada apa?”

“aku masih marah padamu”, ucap Uruha sedikit cemberut.

Aoi tampak sedang mengumpulkan memorinya sampai ia menemukan apa yang membuat Uruha berkata seperti itu padanya barusan. “telepon?”, tanya Aoi.

“ya!”, jawab Uruha singkat namun sinis.

“bukankah aku sudah minta maaf padamu?”

“kau hanya mengirim pesan, ‘maaf Uruha’. kata-kata dingin begitu tidak akan membuat seseorang merasa terhibur!”

“kau tidak memaafkanku?”

“tidak!”

“ok! fine!”, Aoi menjatuhkan kepalanya ke atas bantal di samping Uruha dan membelakanginya.

“ap—“, Uruha kembali membangunkan tubuhnya, terkejut dengan sikap suaminya itu. tidak ada bujukan? Rayuan?,  “Aoi“, Uruha mengguncang-guncang belakang bahu laki-laki berambut hitam pekat yang kini membelakanginya itu, namun tak ada respon sama sekali darinya. “Ao—“

“AOIIIII !!!!”, Uruha mendorong tubuh Aoi sampai laki-laki itu jatuh ambruk ke tepi tempat tidur.

“apalagiii?”, dengus Aoi sambil membangunkan tubuhnya terduduk di lantai dan menoleh pada Uruha sedikit kesal.

“KAU TEGA PADAKU!!!”, Uruha memukulkan sebuah guling tepat ke wajah Aoi membuat urat saraf di dahi Aoi semakin menegang. “padahal aku menunggumu! Walau kau pulang telat aku menunggumu! Berharap kau membawakan sesuatu untukku sebagai permintaan maaf! atau setidaknya membujukku menunjukan penyesalanmu! Tapi kau bersikap begitu padaku!”,  Uruha melemparkan sebuah bantal, sengaja agar membentur wajah Aoi dan ia mendapatkan keinginannya.

“Uruha~”, erang Aoi.

“aku benci kau!! jangan sentuh aku malam ini !!”, Uruha menidurkan dirinya dengan membalik posisi membelakangi Aoi, menarik selimut sampai menutupi sebagian kepalanya.

Aoi segera membangunkan tubuhnya dari lantai, mengusap-usap tengkuknya sedikit menghela nafas. Ia lalu naik ke atas tempat tidur kembali berbaring dengan membelakangi Uruha.

Beberapa menit berlalu, Uruha berusaha memejamkan matanya namun ia tak kunjung berhasil hingga akhirnya ia menyerah, menoleh ke belakangnya dan kembali menemukan punggung Aoi. Itulah kenapa Uruha tak juga merasakan hangat hawa tubuh seseorang itu seperti biasanya.

Uruha memang mengatakan agar Aoi tidak menyentuhnya, tapi Aoi benar-benar tidak menyentuhnya bukanlah keinginannya.

Uruha kecewa.

“terserah kau saja!”, Uruha kembali membalik tubuhnya membelakangi Aoi.

:*::*::* :

“Uuuuugh!!!”

Uruha meregangkan kedua tangannya, mengucek-ucek kedua matanya menoleh ke arah jendela dengan gorden yang telah terbuka, dan cahaya matahari menerobos masuk dari sana menghangatkan tubuh Uruha. sang brunette itu dengan segera melirik ke arah jam di dinding kamarnya.

Pukul 11.15 am.

“HAH??!!”, refleks Uruha bangun  dan segera turun dari atas tempat tidur, dia telat……. Kenapa Aoi tidak membangunkannya—Ah tidak. Uruha kembali duduk di tepi tempat tidur. Hari ini adalah hari sabtu, tidak ada jadwal kuliah untuknya. Uruha sedikit menghela nafas lalu mengangkat wajahnya. Kamarnya telah sepi, tentu saja Aoi sudah berangkat ke kantornya di jam sesiang ini.

Uruha memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya setelah sedikit merenung sebentar di tepi tempat tidur. ia lalu berjalan ke luar kamar setelah menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi dan menemukan sarapan di meja makannya. Seperti biasa, Aoi yang menyiapkannya.

Uruha mengambil kursi makannya dan mendudukan dirinya si sana, menyangga dagu dengan kedua tangannya menatap sarapan yang disiapkan Aoi untuknya. menu yang sederhana, tapi Aoi selalu bisa menyiapkan sarapan yang berbeda setiap harinya dan dengan rasa yang enak pula. Aoi memang ahli dalam memasak, dan dia sendiri mengakui bahwa memasak adalah salah satu kesenangannya. Dan karena itu adalah sebuah kesenangan maka Aoi rela menyiapkan sarapan setiap pagi untuk mereka.

Uruha sedikit tersenyum menatap makanan itu dan mulai melahapnya sampai tiba-tiba Uruha menundukan wajahnya sedikit lesu.

“kangen Aoi…”, ia bergumam pelan.

Uruha menggelengkan kepalanya. Mereka sedang marahan saat ini, dan Uruha tidak akan menghubungi gurame-nya itu sampai dia minta maaf karena kesalahannya dan sikapnya semalam. Lalu Uruha kembali menyantap sarapannya dengan lahap sampai tiga suap sendok telah masuk ke mulutnya, ia kembali berjeda sesaat.

Marahan?

Bahkan sarapan yang ia makan pagi ini disiapkan Aoi untuknya.

Uruha menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. “Aoi~~”

Sebenarnya Uruha menyadarinya semalam. Aoi pasti dalam keadaan lelah , bukannya membuatnya nyaman Uruha malah memberinya sikap yang tidak menyenangkan.

:*::*::* :

“tadaima…”

Uruha merapikan meja makan dengan banyak makanan di atasnya. Dia kembali menilik-niliknya dari berbagai sudut dan setelah dirasa sempurna ia segera berlari ke keluar ruang makan menyusul Aoi yang baru saja pulang.

“Aoi—“

Laki-laki berambut hitam kelam itu membalik tubuhnya saat hendak membuka pintu kamar mendengar suara Uruha. “tidak di ruang televisi?”, tanya Aoi menaikan sebelah alisnya.

Uruha menggelengkan kepalanya berjalan mendekati sang suami. “kau sudah makan?”, tanya Uruha tersenyum memegang lengan kiri Aoi.

“ya, aku mampir ke tempat makan bersama Reita di perjalanan pulang”

Uruha mengembungkan kedua pipinya kecewa. “oh, ya sudah”, Uruha melepaskan lengan Aoi lalu masuk ke kamarnya membuat Aoi sedikit mengernyitkan dahi dengan drastisnya sikap Uruha padanya.

“ada apa?”, tanya Aoi sambil menutup pintu kamar mereka.

“tidak”, jawab Uruha ketus.

“ck! kau selalu begitu”, dengus Aoi lalu melepaskan jas dan dasinya.

Uruha melirik suaminya yang tengah mengganti kemeja kerjanya itu sedikit menggigit bibir bawahnya, sampai Aoi masuk kamar mandi. kenapa Uruha tidak bisa jujur dengan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Kalau seperti itu terus, malam ini pun punggung mereka akan saling berhadapan seperti sebelumnya.

15 menit kemudian Aoi keluar dari kamar mandi telah lengkap dengan piyama hitamnya sambil melap rambut basahnya dengan handuk kecil.

Uruha menarik nafasnya, “Aoi….”, panggil Uruha.

“hn?”, Aoi merespon panggilan istrinya itu masih melap rambut basahnya.

Uruha berdiri lalu melangkah mendekati Aoi, “gomen”, ucap Uruha agak menunduk.

“he?”, Aoi mengernyitkan dahinya.

“maaf atas sikapku semalam”, Uruha meremat samping celana piyamanya. “aku tidak memikirkan keadaanmu”, tambah Uruha.

Aoi menurunkan handuk kecil di kepalanya menatap Uruha, “kau sadar kau salah?”

“itu bukan salahku sepenuhnya! Kau duluan yang membuatku kesal kan!”, Uruha kembali mengembungkan kedua pipinya.

“aku sudah minta maaf”

“cobalah minta maaf dengan lebih menunjukan rasa bersalahmu!”

“aku tidak merasa bersalah, jadi aku tidak melakukan itu”

“hah?!”

Aoi menarik pinggang Uruha merapatkan tubuh laki-laki yang lebih muda darinya itu ke tubuhnya, “siapa yang duluan mengubungiku di saat jam sibuk aku kerja?”

“aku kangen!”

“tapi kau harus tahu situasi Uruha”

Uruha melepaskan diri dari pelukan sebelah tangan Aoi, “baiklah aku yang salah!”

“saat aku pulang kerumah dalam keadaan lelah sehabis kerja, aku mengharapkan seseorang yang tidur di atas tempat tidur yang sama denganku membuatku merasa nyaman, menghilangkan penat dan kelelahanku, tapi yang aku dapat adalah sebuah penolakan. Siapa yang salah?”

Uruha mencebil, “iya iya, itu aku yang salah!!”

Aoi tersenyum mengacak-acak rambut coklat muda laki-laki yang lebih muda darinya itu, “orang yang salah harus mendapatkan hukuman”, sunggingan senyum melengkung di wajah Aoi.

“ugh!”, Uruha buru-buru naik ke atas tempat tidur, merangkak ke sisi tempat tidur dimana bagiannya, namun Aoi segera menarik satu kakinya membuat Uruha tengkurap di atas tempat tidur. “sebentar Aoiiii!”, pinta Uruha. “hyaaaaaaaaa!”, teriakan Uruha melengking saat celana piyamanya melorot di tarik Aoi.

Dan Hukuman untuk Uruha segera di dapatkannya saat itu juga (=_=)b sebenarnya itu bukan sebuah hukuman karena Uruha sendiri memang menginginkannya (akakak)

“Aoi~”

“hm…”

“kau mencintaiku?”

“hn”

“sayang padaku?”

“hn”

Uruha menggeplak kepala Aoi di sampingnya karena jawaban niat-gak-niat suaminya itu.

“kau tahu, sejak pertama kali melihatmu aku tidak menyukaimu tahu!”

“hn”

“pikiranku waktu itu…. kau laki-laki berbibir dower yang sok keren! Aku benci orang sok keren!”

“ehn”

“sampai saat waktu pernikahan kita pun, aku tetap tidak menyukaimu!”

Kali ini Aoi membuka matanya merespon kata-kata Uruha, “kalau begitu kenapa kau mau menikah denganku? Tidak ada yang memaksamu kan? bukankah aku menyerahkan keputusan padamu?”

“benar, tapi sebenarnya aku terpaksa!”, Uruha memalingkan wajahnya ke arah Aoi di sampingnya yang juga kini telah menatap kedua matanya. “tapi sekarang aku begitu menyayangimu! Sangaaaat menyayangimu!”, Uruha membalik tubuhnya ke arah Aoi dan memeluk tubuh suaminya, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Aoi.

“hm….aku tahu”, Aoi mengusap-usap belakang kepala Uruha lalu mengecup dahi istrinya itu.

Aoi dan Uruha memang menikah bukan karena mereka sebelumnya sepasang kekasih atau pasangan yang saling mencintai seperti pasangan –pasangan suami istri lain. Mereka dipertemukan kedua orang tua mereka yang merupakan teman baik. Awalnya Uruha menolak keras sejak pertama orang tuanya mengatakan kalau Aoi sedang mencari seorang calon istri(?). Uruha merasa dirinya masih sangat muda, di usianya yang belum genap 20 tahun , tentu dia masih tergolong sangat muda dan belum saatnya menikah untuk seorang laki-laki. masih suka bermain dengan teman-temannya, melakukan segala aktifitas anak-anak seusianya yang masih single(?), Uruha masih ingin melakukan itu semua, karena jika menikah keadaannya akan berbeda. Dan satu hal lagi yang paling panting, Uruha straight. Tentu saja Uruha menolak mati-matian menikah dengan Aoi.

Pihak Aoi tidak pernah memaksa menikahkan anak mereka dengan Uruha, tapi orang tua Uruha yang sangat menghendaki pernikahan anak mereka. Uruha berasal dari keluarga yang sederhana tentu mereka tidak mau kehilangan kesempatan untuk berbesan dengan keluarga Shiroyama yang merupakan keluarga yang cukup terpandang di kotanya. Dan lagi Keluarga mereka memang tengah menghadapi kesulitan keuangan akhir-akhir ini,  bahkan Uruha terancam tidak bisa lagi melanjutkan kuliahnya dan setelah beribu-ribu kali berpikir akhirnya Uruha sampai pada keputusannya menuruti kemauan orang tuanya. Uruha menyayangi orang tuanya, dia hanya tidak ingin membuat orang tuanya merasa terbebani karenanya. Mungkin dengan menikah dengan Aoi, beban orang tuanya akan berkurang karena Uruha tidak akan lagi menyusahkan mereka soal keuangan. Itu pikiran Uruha.

“sebenarnya aku juga masih heran kenapa aku mau menikah dengan orang kekanak-kanakan dan jelek sepertimu?”, gumam Aoi menghela nafas.

“hee?“, Uruha mencubit perut Aoi kuat membuat laki-laki yang lebih tua darinya itu sedikit meringis. “jangan sentuh aku! hus hus!”, Uruha menyingkirkan tangan Aoi dari tubuhnya, namun Aoi malah mendekap tubuh laki-laki yang lebih muda darinya itu lebih kuat.

“Aoi….”

“hn?”

“jangan tutup teleponku seenaknya lagi !”

“kau juga harus tahu situasi kalau menelpon untuk hal yang tidak penting seperti itu”

“jadi itu tidak penting untukmu?”, Uruha kembali merengut.

“dan berhentilah bersikap kekanak-kanakan”

“tapi aku tidak bisa menahan saat merindukanmu!”

“kalau begitu kirim pesan saja, kalau telpon bisa ketahuan orang-orang kantor”

“huh!”

Namun Uruha bersyukur sekarang, keputusannya tidaklah salah. Uruha bahagia, dia begitu mencintai Aoi. Uruha begitu menyayangi laki-laki yang menjadi suaminya itu dan tidak ingin kehilangannya.

Uruha tersenyum memeluk tubuh Aoi, mengecup dada telanjang Aoi singkat, dan mereka tertidur dengan lelap sampai pagi. Hingga esoknya Uruha terbangun lebih siang seperti biasa, dan menemukan Aoi dengan wajah pucat di meja makan dengan sisa makanan hasil masakan Uruha kemarin yang terlupakan semalam. Uruha berniat minta maaf tapi dia malah meracuni Aoi dengan masakannya. Uruha benar-benar parah dalam hal memasak, itu jugalah yang membuat Aoi semakin rela memasak sarapan mereka untuk seterusnya.

:*:F:*:I:* : N:*:


Ini hanya perkanalan, dan kehidupan Rumah tangga AoiHa masih akan berlanjut XDb

A/N : mini series(?), idenya berawal dari saudara dekat saia yang baru menikah dan curhat mengenai kehidupan rumah tangganya wkwk~ setelah mendengar curhatannya saia jadi mikir menarik juga kalau bikin fic dengan tema begono :v *digaplok* yang jelas temanya adalah kehidupan rumah tangga dan masalah-masalahnya wkwk~ tema yang membosankan! ==” karena itu saia kembali ke kebiasaan lama, saia gak tag, jadi yang dengan rela hati mau baca aja, silahkan~ DXa dan saia akan lebih senang lagi kalau ada yang ninggalin jejak *plak* ^^ tapi nggak maksa kok!
Hhe….sankyuu~

Sunday 20 January 2013

Forbidden Fruit 14


Author : Rukira Matsunori
Rated : T++ (haha..)
Genre : AU/ romance/ school/ BL
Fandom: DELUHI.. *sisanya gak penting (plak)*
Pairing: AggyXLeda *gyaa~*
Chapter : 14
Warning : MalexMale!! *tumben warningnyo~~*
Summary : forbidden fruit is sweetest.... perasaanku padamu adalah sebuah dosa. Namun terasa begitu manis
Length : 12 pages (3.239 words)
Note : ini agak diluar kehendak T_T




Seorang pemuda memain-mainkan ponsel di atas kepalanya, terlentang di atas tempat tidur dengan cahaya lampu kamar yang remang. Satu ibu jari tangannya sibuk menekan-nekan keypad ponsel yang telah bersamanya sejak beberapa tahun lalu. Membuka pesan-pesan lama di inbox-nya. Membuka kenangan-kenangannya. Tanpa pernah bosan.

ada beberapa teman, tapi tetap saja rasanya ada yang kurang kalau kau tak ada (^_^)7 bagaimana denganmu di sana?
-------------------------

Kau pasti bisa! Percayalah d(^_^)b
-------------------------

Ada anak yang cantik….(O.O)
-------------------------

Bukan begitu (-////-)
Ah entahlah, tapi sepertinya dia sulit didekati.
-----------------------------

Ayahku mulai ngamuk lagi (-_-“) coba aku bisa menginap di rumahmu seperti dulu.
-----------------------------

Pemuda itu tersenyum membaca beberapa pesan lama di ponselnya.

Aku bicara dengannya!!!!! Hari ini aku bicara dengannya lho!!! Kenapa aku sesenang ini ya? XD
-----------------------------

Dia benar-benar cantik! Kalau kau melihatnya pasti akan jatuh cinta haha eh!! Tapi sungguuuuh, senyumnya, suaranya, tingkahnya~~~~ aah…….*mati*
-----------------------------

apa menyukai seseorang itu begini rasanya? seakan pandanganmu hanya tertuju untuknya? Dadamu akan begitu bergemuruh hanya dengan dia berjalan melewatimu? Tidak melihatnya satu menit saja membuatmu kesepian.
-----------------------------

Detik pertama pemuda itu masih tersenyum samar,

Ano~ Gitarku rusak ahahah…(^_^)7
-----------------------------

dan detik berikutnya bibirnya mulai bergetar.

ini sudah keterlaluan. Ini salah.
-----------------------------

Tapi aku menyukainya….
-----------------------------

Pluk!

Pemuda itu meringkukan tubuhnya membiarkan ponsel yang ia jatuhkan di samping kepalanya tanpa rawatan tangannya. Ia tidak menghapus pesan-pesan lama itu, dan tidak akan pernah menghapusnya, meski setiap membacanya hanya akan memunculkan serangan rasa yang begitu perih di dada kirinya, tapi itu adalah kenangannya. Ia tidak ingin menghapus kenangannya. “kau benar. dia cantik….”, ia menutup kedua mata dengan lengannya. “tapi kecantikannya terlihat busuk dimataku”

***

BRUK!

“…….”

“…….”

“aa…sudah kuduga, kau masih lemah Aggy…”, Leda membangunkan tubuhnya yang menimpa Aggy. “maaf aku tidak sengaja haha…”

Kau sengaja!!

Merasakan adanya tanda-tanda bahaya refleks tangan Leda yang terbebas dari genggaman Aggy mendorong pipi laki-laki itu dan tanpa di duga, Aggy malah ikut ambruk menyamping di tempat tidur karena terdorong tubuh Leda tadi. Aggy sendiri terkejut karena ternyata tubuhnya benar-benar dalam keadaan lemah. Bahkan bagian dadanya mulai terasa sakit juga tubuhnya panas dingin. “kau tidak apa-apa?”

“aku bisa sendiri”, ujar Aggy ketus saat Leda ikut membantu membangunkan tubuhnya kembali duduk di atas tempat tidur. Aggy masih sedikit kesal.

“sebaiknya memang makan dulu. kau masuk angin Aggy. apa perlu aku suapi?”

“….!!!!!“, Aggy refleks menoleh ke arah Leda yang berdiri di sampingnya. Leda menatapnya tanpa dosa masih mengharapkan jawaban sementara wajah Aggy perlahan mulai terasa matang. Aggy segera meraih piring makanan di sampingnya, kembali memalingkan wajahnya merasa kesal sambil melahap makanan dalam piring di tangannya. Kenapa Leda bisa mengatakan hal seperti itu dengan tampang innocent begitu?
rasanya Aggy ingin pulang!!!!! Berada berdua di ruangan tertutup(?) seperti ini tanpa bisa melakukan apa-apa itu adalah sebuah penyiksaan.
Tapi Aggy tidak bisa melakukan itu. ada banyak pertanyaan di kepalanya yang harus mendapatkan jawaban. Dan Aggy ingin mendapatkan jawaban-jawaban itu sekarang!

“kau pasti bolos lagi ya?”, gumam Leda. Aggy menurunkan kedua kakinya ke lantai setelah meletakan piring makanannya di meja di samping tempat tidur, mendudukan tubuhnya di bibir ranjang setengah menunduk. Leda hanya memperhatikan laki-laki di hadapannya itu dan saat melihat lengan Aggy ia teringat.

“sikutmu lecet”

Aggy hanya melirik sikutnya yang memang terdapat kulit yang lecet lalu kembali mengabaikannya. Hal kecil begitu tidak akan membuat Aggy menyadarinya. “kau—“

“aku membeli ini tadi”, Leda mengeluarkan sebuah antiseptic dari saku celananya dan beberapa plester. “meski tidak parah tapi pasti ada bagian tubuhmu yang terasa sakit kalau jatuh dari motor begitu. ah ini juga ada”, Leda mengeluarkan minyak angin(?) dari saku celananya. Aggy mendengus. Yang benar saja! dipaksa pun Aggy tak akan sudi memakai minyak seperti itu.

“katakan! Darimana saja kau beberapa hari ini?”, tanya Aggy tiba-tiba.

Leda menghentikan aktifitasnya membuka tutup antiseptic di tangannya, “oh, aku mengunjungi pamanku, tiba-tiba saja dia jatuh sakit”

“ha?”, Aggy mengernyitkan dahinya. “kalau begitu kenapa kau mematikan ponselmu? Tidak memberi kabar pada Kiyoharu! semua mengkhawatirkanmu!”

“ah! Maaf! aku tidak bermaksud begitu! waktu itu aku terlalu panik dan terburu-buru mendengar pamanku jatuh sakit, sampai aku melupakan ponselku tertinggal di sini hahaha dan aku lihat tadi batre-nya habis”, Leda menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. “aku bermaksud menghubungi Kiyo-sensei tapi aku tidak menghafal nomor ponselnya di luar kepala jadi….ah aku juga sudah menjelaskannya pada Kiyo-sensei tadi”

Aggy melongo. Beberapa hari ini ia dibuat hampir gila, simple sekali alasan yang Leda utarakan padanya. “kau….tidak bermaksud berhenti masuk sekolah?”

“apa? ahaha tentu saja tidak. mana mungkin….”, Leda mendudukan dirinya di tepi tempat tidur di samping Aggy lalu meraih sikut lengan laki-laki itu. “seseorang susah payah memasukanku ke sekolah itu mana mungkin aku berhenti begitu saja”, gumam Leda sambil memberikan beberapa antiseptic di luka lecet Aggy dan memberinya plester. “maaf, karena kecerobohanku sudah membuat kalian khawatir”, ucap Leda tersenyum.

Ah….ada sesuatu yang terasa kembali menghangat di dada Aggy. bukankah itu yang Aggy rindukan? Berada begitu dekat dengannya, berbicara hal-hal ringan dan senyumannya itu….

Leda sedikit menundukan kepalanya menatap lantai di bawah kakinya, “mungkin suasananya akan sedikit berbeda, tapi aku tidak berpikir untuk berhenti masuk sekolah karena itu”, Leda tersenyum hambar. “aku tidak punya rasa malu sama sekali ya Aggy?”

Aggy mengernyitkan dahinya. “malu?”

“aku melihatnya waktu itu. pandangan-pandangan ketakutan dan terkejut. Mereka pasti sangat kecewa ketua kelas mereka adalah orang yang pernah membu—hmp!“, tiba-tiba mulut Leda dibekap tangan Aggy. Leda menoleh ke sampingnya dimana Aggy sudah menatapnya dengan pandangan tak suka. Aggy tidak suka dengan kata-kata ketua kelasnya. Aggy tidak ingin mendengar kata-kata hina seperti itu dari mulut ketua kelasnya.

“Kiyoharu sudah menceritakan semuanya. Berhentilah mengatakan kalau kau pernah membunuh! Apa kau merasa keren dengan mengakui hal seperti itu hah? kau merasa lebih hebat dariku?”

Leda melepaskan telapak tangan Aggy dari mulutnya sedikit tersenyum tak menatap Aggy. “bukannya sombong, tapi sepertinya aku memang lebih hebat darimu hahaha…”, Leda segera menutup mulutnya rapat melihat wajah serius Aggy yang menatapnya. Sepertinya candaannya Aggy anggap serius. “aa… Bercanda! Bercanda! Haha…”, Leda menepuk-nepuk pundak Aggy
sampai tiba-tiba kedua lengan meraih tubuhnya dan mendekapnya. Aggy Menyusupkan wajahnya di antara leher dan bahu Leda di sampingnya. Aggy tidak tahan lagi. Aggy tidak tahan membiarkan ia leluasa terbebas dari dekapannya.

“tidak usah berusaha tertawa di hadapanku! Bahkan candaanmu terdengar garing”, dengus Aggy.

Leda mematung. Aggy mengangkat wajahnya, “siapa aku bagimu?”, tanya Aggy tiba-tiba.

Aggy bisa melihat mata Leda sedikit melebar meski mereka tidak bertemu pandang. Tidak sesuai dugaan Aggy, itu sedikit mengejutkan. Aggy hanya mengharapkan dia menjawabnya tanpa ragu, “aku teman bukan?”

Leda menoleh, “he? iya haha tentu saja, Aggy teman”

“kalau begitu katakan apa yang membebanimu di sini..”, Aggy menepuk dada Leda, “aku ingin mendengarnya…..sebagai teman”

Leda merapatkan bibirnya menatap Aggy yang juga setia menatapnya. Leda segera menarik pandangannya, memalingkan wajahnya dari Aggy namun Aggy segera meraih pipi ketua kelasnya itu memaksa mendapatkan kembali kedua mata kecoklatan itu menatapnya. “aku ingin tahu….aku ingin tahu semua tentangmu, izinkan aku mengetahuinya”

“…….”

Leda sedikit menundukan wajahnya tersenyum. Dia tidak mengerti, tapi sesaat ia merasakan suasana yang sama seperti ‘saat itu’. Aggy dan ‘dia’ adalah dua orang yang berbeda, 360º berbeda. Tapi ada satu kesamaan diantara keduanya, dan itu adalah apa yang membuat Leda tidak bisa membenci Aggy. alasan yang membuat Leda diselimuti penyesalannya selama ini.

“kau pasti tahu kan, siapa orang yang menyebarkan berita tentang masa lalumu”

“he?”

“hanya ada dua orang di sekolah selain kau yang tahu tentang itu, tidak mungkin Kiyoharu kan? jadi pasti orang itu yang melakukannya kan?”, Aggy sedikit menaikan sebelah alisnya.

“aa, itu….”, Leda kembali sedikit menundukan wajahnya melihat kedua kakinya di permukaan lantai.

“dia bukan sembarangan kakak kelas semata kan? kenapa dia melakukan itu?”, Aggy mulai mengintrogasi.

“dia kakak kelasku”, Leda menolehkan wajahnya kearah Aggy, dan segera menariknya kembali saat melihat tatapan tak puas Aggy dengan jawabannya. “dia teman satu kelompokku, lebih tepatnya dia ketua kelompokku”

“……”

“orang pertama yang membuatku merasa diakui, dia mengajariku banyak hal tapi aku mengkhianatinya, dengan keluar kelompoknya dan bersekolah di sini. padahal dia begitu mengandalkanku dan mempercayaiku. Kurasa karena itu dia marah”, Leda tersenyum hambar.

“hanya itu?”, Aggy mengernyitkan dahinya. “kupikir ada sesuatu yang lebih?”, ucap Aggy jail.

“dia tidak seperti itu!!”

Aggy memajukan bibir bawahnya, “menyebarkan kalau kau seorang pembunuh sementara dia sendiri ketua kelompokmu? Dia juga ikut terlibat dalam kasus itu kan? kalau kau pembunuh berarti dia juga sama saja kan?”

“tidak. hanya aku yang membunuh’nya’. Syu dan yang lainnya tidak bersalah”, tatapan Leda kembali melayu.

“ck, sudah kubilang berhenti mengatakan hal konyol seperti itu! “

“tapi aku benar-benar membunuhnya”, ucap Leda pelan masih dengan wajah yang sedikit tertunduk. Aggy hanya menatap wajah ketua kelasnya yang tak bisa ia lihat sepenuhnya karena poni-poni itu menghalangi pandangannya, tapi Aggy bisa melihat bibir ketua kelasnya sedikit terkembang tipis. “aku membunuh orang itu”

Aggy melirik Leda dengan ekor matanya.

“dia bilang dia menyukaimu hahaha”

Leda mengangkat wajahnya, segera menatap ke langit-langit kamarnya untuk menahan sesuatu yang bisa jatuh jika ia tetap tertunduk. Di wajahnya masih tergurat senyum tipis namun Aggy hanya bisa melihat kemurungan di wajah ketua kelasnya.

“anak itu bunuh diri”.

“aku yang membunuhnya!”

Aggy mendengus, “aku tidak mengerti denganmu, kenapa kau bersikeras melemparkan dirimu sendiri dalam kesalahan? Aku sudah mendengar semuanya dari Kiyoharu, mungkin kau memang membuli anak itu tapi tetap saja yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya adalah dia sendiri kan?”

“menjijikan! Mati saja kau!”

Leda kembali menundukan wajahnya, “aku orang yang tidak punya perasaan Aggy, kau mengatakan itu karena kau tidak mengenal seperti apa aku waktu itu. aku tidak sebaik yang kau pikirkan. Aku yang sesungguhnya hanyalah berandal yang tidak punya perasaan”

“ck!”,Aggy memalingkan wajahnya dari Leda sedikit kesal, “kau boleh mengatakan masa lalumu adalah kau yang sebenarnya, ya itu kau yg sebenarnya waktu itu. tapi kau yang sekarang juga adalah kau yang sebenarnya sekarang, dan yang aku kenal adalah kau yang sebenarnya saat ini. aku tidak perduli dengan masa lalumu yang tak kualami”. Aggy memang tidak tahu, Aggy tidak tahu apa-apa tapi Aggy hanya ingin mempercayai apa yang dikatakan hatinya.

Leda tersenyum samar atas perkataan Aggy.

“sebegitu menyesalnya kau? aku pikir itu lebih karena perasaan kehilangan dibandingkan penyesalan”, ucap Aggy asal. Tapi dia memang merasa begitu. entah kenapa setiap Leda bicara tentang ‘orang it’ ‘orang itu’ membuatnya sedikit panas hati. “anak itu…..sebenarnya siapa dia?”

“he?”, Leda sedikit memalingkan wajahnya pada Aggy di sampingnya.

“siapa dia bagimu?”, Aggy ikut memalingkan wajahnya ke arah Leda sampai kedua mata mereka saling bertemu. Aggy mengumpulkan semua ingatan-ingatan tentang bagaimana tatapan matanya begitu kesepian dan sedih, dan ia menyimpulkan itu mungkin karena penyesalannya ini? ah bukan. Tapi karena rasa kehilangannya akan ‘orang itu’?, ‘orang itu’ mungkin istimewa? Aggy tidak tahu, dan ia ingin tahu.

“ah, dia…. Dia teman sekelasku”, Leda sedikit mengusap tengkuknya. “ah ya, bagaimana keadaanmu Aggy? kau masuk angin kan? mau aku gosokan minyak anginnya?”, tawar Leda, mengangkat sebotol kecil minyak angin ditangannya dengan tampang innocent.

Aggy hanya menatap ketua kelasnya itu datar, dan Leda yang merasakan ketidaksukaan Aggy karena ia mengalihkan pembicaraan hanya tersenyum maksa.

“kau…”

“sini, biar aku gosokan!“, Leda refleks menarik seragam Aggy agar laki-laki di sampingnya itu tidak menyelesaikan kata-katanya, Leda tidak ingin meneruskan pembicaraan itu.

“……”

“……”

“mau apa kau?”, tanya Aggy datar, melihat Leda masih memegangi bagian depan seragamnya dan tampak kebingungan dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

“ha? ah, tentu saja aku akan menggosokan minyak anginnya kan? haha”, Leda tertawa garing dan masih dengan pikiran ‘apa yang aku lakukan’ di kepalanya, dia mulai membuka satu persatu kancing seragam Aggy dengan agak canggung. Leda sedikit melirik wajah Aggy, dan orang itu masih setia menatapnya datar. Sepertinya Aggy benar-benar tidak suka dengan pengalihan pembicaraan ketua kelasnya itu.

Leda sedikit menghela nafas, membuka tutup kecil minyak angin di tangannya, “sini punggungmu?”

GREP!!

Leda mengangkat wajahnya menatap Aggy yang tiba-tiba menggenggam satu pergelangan tangannya. “Ap—“, Leda spontan melebarkan matanya, saat Aggy tiba-tiba mendekatkan jarak diantara wajah mereka.

Satu tangan Leda yang terbebas segera mendorong tubuh Aggy namun Aggy segera meraihnya, hingga kedua pergelangan tangan ketua kelasnya itu berada dalam genggaman tangannya. “Aggy, hentikan ini…”, Leda memalingkan wajahnya menghindari Aggy.

“kalau begitu katakan siapa dia bagimu?”, bisik Aggy sembari mengecup satu telinga ketua kelasnya.

Leda sedikit bergidik merasakan geli, “hentikan!”, ia kembali mendorong tubuh Aggy dengan tangannya yang masih berada dalam genggaman Aggy.

“tidak mau”, ucap Aggy iseng mulai menurunkan kepalanya ke leher Leda. dan mengecup sudut diantara leher dan bahu ketua kelasnya itu.

“siapa dia bagiku itu bukan urusanmu kan? lagipula dia orang yang sudah mati”

Aggy mengangkat kepalanya dari leher Leda, menatap ketua kelasnya. “tidak, dia masih hidup dalam hatimu, dia sainganku kan?”

Leda terdiam beberapa saat dengan perkataan Aggy. “apa maksudmu?”

“kau lebih tahu apa maksudku”

“aku tidak menganggapnya seperti itu!!”, Leda menundukan kepalanya.

“siapa dia?”

Leda sedikit menggigit bibir bawahnya.

“siapa sainganku itu?”

“dia sudah mati !”

“siapa yang sudah mati?”

“Juri—“, Leda melebarkan matanya. Dia baru saja menyebutkan nama’nya’. Dan dadanya mulai terasa sakit sekarang.

“Juri? Namanya Juri ya…”

“tidak, bukan! Aku bilang Lepaskan!”, Leda membentak.

Aggy mengernyitkan dahinya, “aku tidak takut dengan bentakanmu”

“aku tidak nyaman dengan ini, kumohon lepaskan“, pinta Leda dengan nada yang lebih lemah.

Aggy melepaskan genggaman kedua tangannya di pergelangan tangan ketua kelasnya. dan Leda segera beringsut duduk menjauhi Aggy. Aggy hanya menatapnya datar namun dalam hatinya ia merasa tingkah ketua kelasnya begitu polos dan lucu, itu malah membuatnya ingin segera menjatuhkan Leda ke tempat tidur (wakak) itu Leda yang biasanya, itu Leda yang Aggy kenal.

“Yu-to”, panggil Aggy tiba-tiba.

Leda sontak menolehkan wajahnya ke arah Aggy dengan sedikit terkejut. “apa?”

“Yu-to san”, Aggy sedikit menyunggingkan senyum tipis menyebut nama itu.

“Aggy?”

“dia memanggilmu seperti itu kan? Juri-mu itu?”

“darimana kau tahu nama itu?”

“si murid baru itu memanggilmu seperti itu waktu itu, dan lagi…..”, Aggy menggantung kata-katanya mengingat mimpi siang bolongnya di kelas hari ini. entah kenapa dia menyimpulkan kalau orang yang menjadi dirinya dalam mimpi itu mungkin adalah ‘dia’. Pikiran itu melesat begitu saja dalam otaknya. “sepertinya dia mendatangiku”

“ha?”, Leda mengernyitkan dahinya.

“jadi….apa itu nama panggilan imutmu?”, Aggy masih penasaran dengan itu.

“apa? bukan! Itu…. nama yang diberikan Syu untukku, itu semacam nickname dalam kelompok”

“hm….”, Aggy menatap Leda mencurigakan. Leda yang menyadarinya mulai kembali merasa was-was. Aggy berdiri melangkah ke depan Leda dimana ketua kelasnya itu terduduk. Leda sedikit menengadah menatap Aggy heran sampai tiba-tiba laki-laki di hadapannya itu mendorong tubuhnya ke atas permukaan tempat tidur.

“Ag—hmmp”

Aggy menginterupsi protesan ketua kelasnya dengan membekap mulut itu dengan bibirnya. Sejujurnya Aggy sedikit panas hati ketua kelasnya mengatakan banyak hal yang tidak ia tahu. orang-orang dimasa lalu ketua kelasnya itu membuat Aggy iri. Mereka telah lebih lama bersemayam di ingatan Leda sementara dirinya hanya ada di ujung ingatan ketua kelasnya, Aggy hanya orang baru. Aggy tidak tinggal dalam ingatan Leda sekuat seperti orang-orang itu. Aggy …..cemburu.

“Aggy hentikan!”

Aggy meraih satu tangan ketua kelasnya yang berusaha mendorong tubuhnya, mengecup-ngecup leher putih pucat ketua kelasnya. Aggy bisa merasakan harum tubuh ketua kelasnya yang khas begitu dekat di hidungnya.

“Aggy—“, Leda merapatkan sebelah matanya merasakan kecupan-kecupan Aggy di lehernya ditambah rasa sakit yang menyerang tulang punggungnya, sepertinya luka dalam di tubuh Leda karena pukulan Satoshi dan kawan-kawannya belum benar-benar sembuh. Aggy hanya menggenggam satu pergelangan tangannya, tapi Leda tak melakukan perlawanan dengan tangan lainnya karena rasa sakit yang dirasakannya.

Aggy menghentikan aktifitasnya menatap wajah Leda yang masih merapatkan sebelah matanya. Aggy tersenyum iseng menyusupkan tangannya dari ujung sweater abu-abu yang dipakai ketua kelasnya, merangkakan tangannya di atas kulit putih tubuh Leda membuat laki-laki manis yang tadinya merapatkan sebelah matanya kini membuka kedua matanya lebar-lebar dan sontak mendorong tubuh Aggy dengan kekuatan penuh.

Aggy hanya terkikik kemudian segera mengangkat tubuhnya, berdiri di samping tempat tidur dan mulai mengancingkan kembali kemeja seragam yang tadi dibuka Leda seenaknya. “kenapa tidak mendorongku sekuat itu sejak awal?”, tanya Aggy jail. Leda tidak meresponnya.

Aggy segera meraih kunci motornya yang tergeletak di meja samping tempat tidur.

“motorku dimana?”

“di bawah, di depan apartemen ini”, jawab Leda sedikit canggung sambil memegangi lehernya. Ia baru saja membangunkan tubuhnya dari tempat tidur.

“kau membenciku?”, tanya Aggy tiba-tiba.

“he?”, Leda mengangkat wajahnya dan bibir Aggy mendadak mendarat di pipinya.

“tapi aku tidak perduli lagi dengan itu. kau pernah bilang tidak bisa membenciku kan? karena itu lebih berhati-hatilah sekarang”, Aggy sedikit menyunggingkan senyuman jahilnya. “thanks makanannya, Yu-to”

“……”

Leda tidak mengucapkan sepatah katapun sampai suara pintu apaato-nya ditutup dari luar terdengar di telinganya. Aggy telah menghilang dari sana dan Leda masih terdiam. Tubuhnya seakan membeku.

“Juri… kau benar-benar dendam denganku ya?”


@@@

Aggy memukul-mukul udara, menggigit bibir bawahnya menahan senyuman yang memaksa terkembang di wajahnya. Aggy tak bisa menahannya dan ia tersenyum sedikit menundukan kepalanya sambil mengusap-usap tengkuknya saat berjalan menuju apaato-nya.

“ekhm!”

Aggy mengangkat wajahnya, dan mendapati Kiyoharu berdiri di depan pintu apatonya. “kau lagi”, dengus Aggy. jujur saja Aggy merasa Kiyoharu sedikit mengganggu kesenangannya.

“tasmu”, Kiyoharu menyodorkan tas gendong Aggy di tangannya. “sekali lagi kau kabur, serius aku akan melaporkanmu pada Gakuto”

“terserah lah”, Aggy mengambil tasnya di tangan Kiyoharu cepat, dan segera membuka kunci pintu apatonya.

“kau dari tempat Leda?”, Kiyoharu mengernyitkan dahinya mengikuti Aggy masuk ke dalam apatonya.

“bukan urusanmu”, Aggy melemparkan kunci motornya ke atas meja dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. “bisa tidak…..kau pulang sekarang Kiyo? Aku sedang ingin merasa tentram sendiri”.

Kiyoharu menaikan satu alisnya melihat gelagat janggal dari anak sembrono itu. sungguh suatu hal yang ganjil melihat Aggy berkata padanya dengan senyum aneh seperti yang ia lihat sekarang. “kau benar-benar baru pulang dari tempat Leda ya?”

“Kubilang bukan urusanmu kan? sudah sana pergi, ah!”, Aggy menggerak-gerakan tangannya mengisyaratkan dia mengusir Kiyoharu..

“anak kurang ajar!”, Kiyoharu menjitak kepala Aggy spontan.

“tuh kan! kau itu penghilang mood!”

“belajarlah sopan sedikit pada orang yang lebih tua!”

“lebih tua? Bukannya sangat tua?”

Satu jitakan lagi Kiyoharu daratkan di kepala Aggy membuat anak  didik sembrononya itu mendengus kesal. Tapi rasa kesalnya pada Kiyoharu tidak mengalahkan rasa yang sedang ber-blooming-blooming ria dalam hatinya. Aggy sedang dalam keadaan termanisnya sekarang :v

@@@


‘ada apa? kau mengganggu tau’

“dia sudah kembali”

‘ha? benarkah? Haha…. Kupikir si brengsek itu kabur’

“lakukan itu secepatnya sebelum dia benar-benar kabur”

‘oi oi… Semua tergantung padamu, kau yang memegang ‘kuncinya’ dan ingat! aku bukan budakmu! Jaga nada bicaramu saat bicara denganku

“aku tahu. maaf, aku hanya sedikit bersemangat. Kau tahu kan? aku sudah menunggu ini sejak lama”

‘ck! aku tidak perduli dengan masa lalumu atau apapun itu, tapi aku mengerti soal ‘ semangat’ yang kau katakan. Itu juga sudah kutunggu sejak lama’

Trek.

Pemuda itu melemparkan ponselnya ke atas tempat tidurnya, sedikit meregangkan kedua tangannya kemudian kembali melirik kearah ponselnya , tersenyum sinis menatap benda itu yang kini tergeletak di permukaan kasur. Diraihnya kembali ponsel itu, terlihat mengetikan sesuatu.

Selamat malam dan Selamat datang kembali cantik….
Aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi setelah ini.

Yu-to san…^_^


To@Be@Continued


Minyak angiiiin DXa saia ragu masukin kata minyak angin *plak*
Saia pribadi bener2 gak puas dengan ini, terutama scene Aggy Leda, sebelumnya saia sempet mikirin tapi hasil ini beda jauh sama pikiran saia sebelumnya v_v *akibat ditunda-tunda*, ada masalah sebelumnya yg coba saia selesaikan di sana tapi saia lupa apa itu, dan sebelumnya juga saia mikir scene itu harus lebih serius tapi jadinya nggak! DXa kedepannya pasti ada yang bolong. saia maksa ngerjain saat mood bener2 buruk! Jadi beginilah
m(_ _)m gomen…bener2 pengen cepet selesaaiiii…
Akan saia kerjakan chap selanjutnya secepatnya *bicara sama diri sendiri XD*