Search + histats

Thursday 28 March 2013

Natural Sense ★25



Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 25
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD
Length : 19 pages (5.303 words)
Note : gak baca ulang~


Chap 25 : ~Liberated~

Natural Sense ★24


Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 24
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD
Length : 15 pages (4.074 words)
Note : lebih buruk seperti yang saia janjikan XD banyak dialog.


Chap 24 : ~StraightForward~

Natural Sense ★23



Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 23
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD
Length : 14 pages (4.355 words)
Note : Baiklah ini membosankan~ semoga chap selanjutnya lebih cepat selesai dan mengobati ini -_- *tapi sepertinya chap depanpun akan lebih buruk :v*
                                                                         

Chap 23 : ~Hurt~

Natural Sense ~♪
ナチュラルセンス

Saga menatap datar laki-laki itu yang kini terlihat asik bermain billiard tanpa menghiraukan seorang wanita yang beberapa saat lalu menghampirinya dan mencoba mengambil alih perhatiannya, dan sekarang wanita itu mulai berani menjuntaikan sebelah tangannya di pundak ketua Osis BHS itu. apa laki-laki itu mengajak Saga ke tempat itu hanya untuk memperlihatkan pemandangan semacam itu? pemandangan yang sudah sering sekali Saga lihat sebelumnya.

Saga mendengus mencoba mengalihkan pandangannya ke objek lain.

Saga tidak terlalu mahir bermain billiard, dia memang kadang bermain sekali-kali tapi jika harus berhadapan dengan ketua Osis BHS itu dalam satu meja, lebih baik dia mengatakan ‘tidak tertarik’ sejak awal atau mengatakan ‘membosankan’ dan kata-kata penolakan semacamnya yang tidak terlalu menunjukan kalau ia sejujurnya menyerah sejak awal ketika kakak kelasnya itu menawarinya bermain, Saga benci diremehkan jika ia harus kalah dengan sangat mudah dari kakak kelasnya itu, jadi lebih baik tidak melakukannya.

Saga tahu kakak kelasnya itu sering datang ke tempat itu untuk bermain billiard favoritnya, jadi dia tidak terlalu jengkel dengan keasikan orang itu yang meninggalkannya sendirian di tempatnya duduk sekarang, terlalu asik dengan kegiatannya. Tapi Saga sedikit tidak enak hati melihat beberapa wanita seperti seakan menunggu giliran mereka untuk menghampirinya. Punya guna-guna apa laki-laki itu sebenarnya? Sebagai seorang laki-laki Saga sedikit merasa iri.

Laki-laki berambut hazel itu meliarkan pandangannya ke arah lain sampai tanpa sengaja ia menangkap sesosok wanita seperti familiar dalam pandangannya. Wanita itu datang dari arah dimana pintu masuk dan ia terlihat berjalan terburu-buru, yang Saga tahu pasti ia menuju laki-laki itu.

“Tora kun!”

Sang raven kehilangan sedikit konsentrasinya menengok seorang wanita yang tiba-tiba memanggil namanya.

“kenapa kau tidak menjemputku?”

Tora menyuruh wanita yang sedari tadi menempel padanya -yang sempat tidak ia hiraukan- untuk pergi dan meminta izin pada teman-teman bermainnya untuk break sebentar.

“apa kau marah padaku karena kemarin aku pulang lebih dulu?”

Tora sedikit menggelengkan kepalanya, “tidak”

“kalau begitu kenapa?”

“aku hanya sedang tidak ingin keluar denganmu”

“apa kau bosan denganku?”, wanita itu mulai meraih satu pergelangan tangan laki-laki yang lebih muda 4 tahun darinya, sedikit meratap.

“entahlah”

“Tora-kun~ maafkan aku jika itu karena kemarin malam, sungguh aku tidak bermaksud meninggalkanmu, aku ada urusan mendadak”, Wanita itu memposisikan kedua tangannya di pinggang laki-laki berambut raven itu kemudian perlahan menjatuhkan kepala di dadanya. “jangan tinggalkan aku secepat ini”, wanita itu mulai menyentuh dada pemudanya.

Tora mengusap tengkuknya sedikit menunduk, kemudian memegang lengan atas wanita itu sedikit menjauhkan tubuhnya darinya, “dengar—“, Tora sedikit melirik ke arah kursi dimana tadi ia meninggalkan adik kelasnya duduk, namun ia tak menemukan sosok manusia itu di sana.

“Tora kun?”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Saga membasuh kedua tangannya di wastafel sedikit melirik cermin besar di hadapannya, tanpa sadar ia memandangi wajahnya sendiri. dia punya wajah yang tidak akan bisa ditolak cewek-cewek manapun, ya…. dengan mengabaikan kelakuannya. Bahkan ia merasa wajahnya lebih pantas digandrungi cewek-cewek daripada ketua Osis BHS itu. tapi Saga tidak punya aura playboy sepertinya, ditambah sikapnya memperlakukan perempuan tidak selembut bagaimana kakak kelasnya itu memperlakukan mereka. mungkin karena itu juga sampai sekarang dia belum juga punya pacar. Ah! Saga pernah dua kali mengecap yang namanya pacaran selagi di bangku kelas 5 SD dan kelas 2 SMP itu pun hanya bertahan sekitar dua – tiga bulan. Saga tidak ahli memperlakukan perempuan, sikapnya pada mereka tidak berbeda dengan saat ini ia berlaku pada Tora.

Tapi dia benar-benar jatuh cinta saat itu, Saga benar-benar menyukai gadis-gadis kecil yang pernah menjadi pacarnya dulu, meski dia tidak pernah secara terang mengatakannya dan ke-jaim-an selalu meliputinya, dia bersungguh-sungguh pada mereka. tapi walau  bagaimanapun perasaan yang tidak diutarakan tidak akan sampai, mereka tidak akan mendengar perasaan Saga langsung dari hatinya, karena untuk apa mulutnya diciptakan?

Hubungannya selalu berakhir dengan alasan yang sama.

Saga kembali membasuh tangannya, dan mengusap sebagian rambut-rambut yang menutupi keningnya. Setelah menutup kran, dia segera beranjak dari sana menuju keluar toilet. Sebelumnya ia sempat menilik jam di tangannya, pukul 10.12 pm. Dan dia teringat anak yang mungkin saja ia terlantarkan di luar apaatonya.

“benar di sini”

Saga menghentikan langkahnya, menengok ke samping pintu toilet dimana seorang laki-laki yang lebih tinggi darinya menyandarkan tubuhnya di sana.

“ada apa? kau juga mau buang air kecil?”, Saga sedikit menaikan sebelah alisnya.

“kau buang air kecil?”

“ya! wajar kan aku buang air kecil di toilet?”

Tora sedikit tersenyum menekuk wajahnya, kemudian ia melepaskan kontak punggungnya dengan dinding dan sedikit berjalan mendekati adik kelasnya, “aku pikir kau pergi karena tidak ingin melihatku dengan wanita itu?”

“ck!”, Saga mendengus, “konyol”

“benar, itu konyol”

“dengan siapapun, dan berapa banyakpun wanita yang mengerubungimu, aku tidak perduli—“

“benarkah?”

Saga sedikit mengepal satu tangannya, “benar”

Tora sedikit tertawa kecil, “baguslah, kalau begitu sekarang aku akan kembali padanya, dia pasti sedang menungguku”, Tora sedikit menyentuh pipi putih adik kelasnya itu yang kemudian beranjak melangkahkan kakinya dari sana. Saga sedikit menundukan kepalanya.

Hubungannya selalu berakhir dengan alasan yang sama.

Laki-laki dengan rambut raven itu tiba-tiba menghentikan langkahnya saat tiba-tiba lengan bajunya ditarik seseorang dari belakang. Tora menoleh pada seseorang itu yang terlihat tidak ingin bertemu pandang dengannya. “ya?”

Saga sedikit menggigit bibir bawahnya, kemudian ia segera melepaskan tangannya dari lengan baju kakak kelasnya itu. “tidak, kau pergi saja! pergi sana!”, Saga menggerak-gerakan tangannya menyuruh kakak kelasnya itu untuk pergi, namun Tora kembali tertawa kecil dengan tingkah adik kelasnya itu. Saga memicingkan matanya saat ketua Osis BHS itu kembali membalik tubuhnya dan mendekatinya.

“apa sulit untukmu mengatakan apa yang kau inginkan sebenarnya?”, Tora menyentuh bibir mungil adik kelasnya itu dengan sebelah ibu jarinya.

“yang kuinginkan? Aku ingin kau pergi”

Tora tersenyum tipis meraih pergelangan tangan adik kelasnya, “aku mengerti kau sekarang”

“a-apa? apa yang kau mengerti?”, Saga mengernyitkan dahinya.

Tora menarik pergelangan tangan adik kelasnya itu kembali masuk ke dalam toilet. “o-Oi !! mau apa kau?!”, protes Saga.

Sang raven mendorong tubuh ramping adik kelasnya itu ke dinding di samping pintu masuk toilet dan menekan sebelah bahunya. “aku tahu apa yang kau inginkan dan apa yang keluar dari mulutmu adalah berlawanan”, Tora mendekatkan wajahnya semakin mendekati wajah Saga, “berarti kau ingin aku tetap di sini”

Saga menaikan sebelah alisnya, “kau bercanda? Siapa yang ingin kau tetap di toilet?”

“tidak. kau hanya ingin aku tetap bersamamu. Ini bukan masalah tempat”, Saga mendengus memalingkan wajahnya sedangkan senyuman tipis di wajah Tora semakin melebar melihat adik kelasnya itu seakan memasrahkan dirinya padanya. Perlahan Tora mengecup telinga adik kelasnya itu dan belum sempat Saga protes ia mulai turun ke lehernya.

“h-Hei?!”, Saga mulai berusaha menjauhkan tubuh kakak kelasnya darinya, namun itu tak menghentikan kegiatan(?) Tora mengecup dan menghisap leher putihnya. “hentikan! Aku bilang hentikan!!”

Tora sedikit tersenyum meenghentikan aktivitasnya, “apa kau benar-benar ingin aku menghentikannya? Aku pikir doronganmu bisa lebih kuat dari yang baru saja kau lakukan jika kau benar-benar keberatan”

“brengsek!”, dan dalam sekali dorongan kuat Saga, tubuh kakak kelasnya itu berhasil menjauh darinya. “kau benar-benar menyebalkan kaichou-sama!”, Saga mendorong sebelah bahu kakak kelasnya itu hingga Tora sedikit mundur satu langkah ke belakangnya. Saga mendengus terlihat benar-benar jengkel dengan kata-kata kakak kelasnya itu, lalu ia beranjak hendak keluar dari tempat itu namun sekali lagi kakak kelasnya menahannya, menghentikan langkah Saga dengan lengannya melingkari leher adik kelasnya itu.

Tora kembali menarik tubuh adik kelasnya menempelkannya ke dinding, “Oi !!”, Saga sedikit panic ketika tubuhnya di himpit ke dinding, “b-brengsek!!”, Saga berusaha melepaskan diri dari himpitan tubuh kakak kelasnya di belakangnya namun usahanya nihil. Ya, kalian bisa membayangkan, dihimpit dari dari belakang? Itu artinya Saga nemplok ke dinding dan itu posisi yang sangat tidak elit dan gak genah(?).

“sudah kubilang aku mengerti kau sekarang”, bisik ketua Osis BHS itu tepat di telinga adik kelasnya, “katakan kata-kata penolakan lagi dan itu artinya kau menerima semua perlakuanku”, ucap Tora sesaat sebelum menciumi tengkuk tubuh yang dihimpitnya.

“argh! Ketua osis brengsek! Otak mesum! Maniak!”

Tora hanya tersenyum disela-sela hisapannya di tengkuk dan leher adik kelasnya itu.
Saga bisa melihat dengan jelas pantulan dirinya dan juga kakak kelasnya itu di cermin besar toilet beberapa langkah di samping mereka, matilah dia jika ada seseorang yang melihat mereka sekarang.

“Tora!!”

Saga tidak merasakan adanya kelonggaran atau tanda-tanda kakak kelasnya itu akan menghentikan kebejadannya. Laki-laki berambut hazel itu mengepal kedua tangan di samping  kepalanya yang terkunci. Ia sedikit menggigit bibir bawahnya saat merasakan hisapan kuat di tengkuknya. “hei, hentikan!”

“itu artinya kau menginginkan lebih?”

“aku serius!!! Ini tempat umum dan seseorang bisa masuk kapan saja!”

Tora melepaskan kunciannya pada tangan kiri Saga dimana wajah adik kelasnya itu berpaling ke sana. Ketua Osis BHS itu mengecup bibir mungil adik kelasnya singkat, “jadi kau meminta kita melakukannya di tempat yang lebih aman?”, Tora tersenyum iseng, “Hotel…misalnya?”

Saga mendorong pipi kakak kelasnya itu hingga wajah tersenyum kakak kelasnya berpaling ke samping. “aku harus segera pulang, Ruki mungkin sudah pulang dari tempat kerjanya, kunci apaato ada padaku”

Tora melepaskan lagi satu tangan Saga yang masih dalam kunciannya hingga adik kelasnya itu bisa bergerak dengan laluasa dan berhenti dengan aktivitas(?) nemploknya di tembok, membalik tubuhnya menghadap kakak kelasnya, menatap sinis laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. “baiklah, kasihan jika Ruki harus menunggumu lama di luar”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Saga memasang seatbelt-nya saat Tora mulai masuk dan duduk di kursi kemudinya. Ketua Osis BHS itu juga segera memasangkan seatbelt ke tubuhnya sedikit melirik laki-laki yang duduk di sampingnya, “apa tidak bisa kau berwajah manis selama bersamaku?”

“hn?”, Saga mendelik kakak kelasnya, “aku hanya tiba-tiba teringat…….CoolMan”, sindir Saga.

“oh”, Tora kembali mengalihkan padangannya ke depan, menyalakan mesin mobilnya.

“apa tidak ada nama yang lebih jelek dari itu?”

“bukan aku yang membuat nama itu”

“aku cukup terkejut kau tahu website-ku”

“bukan hanya aku, bahkan mungkin Aoi juga, hanya Uruha saja yang tidak ‘ngeh, karena dia jarang berhubungan dengan fansnya. Hanya saja mungkin Aoi tidak tahu siapa pemilik website itu”, Tora melirik adik kelasnya.

Saga menaikan sebelah alisnya, “lalu kau? bagaimana kau tahu itu aku?”

Tora tertawa kecil kembali memandang ke depan, “naluriku mengatakan kalau itu adalah kau”

“omong kosong”, Saga mendengus.

“aku tahu hobimu, memotret dan mendapatkan uang bagaimanapun caranya. dan beberapa kali aku pernah memergokimu mengambil fotoku diam-diam”

Saga merapatkan mulutnya.

Tidak mendengar ada suara lagi yang keluar dari seseorang di sampingnya, Tora mulai menjalankan mobilnya keluar area parkir tempat itu.

“dan kau membayarku untuk foto-foto Uruha? bahkan mau membayar mahal untuk foto paha Uruha?”, Saga bergumam. Laki-laki itu lalu menoleh pada kakak kelasnya yang tampak berkonsentrasi menyetir mobilnya, “kau diam-diam adalah seorang fanboy penggila Uruha?”

Tora melepaskan satu pegangan tangannya di stir untuk menutupi tawa kecilnya dengan punggung tangannya. 

“lucu?”, Saga mengernyitkan dahinya.

Tora menggeleng kepalanya pelan, “sebenarnya itu kerjaanku dan Reita, kami hanya tidak suka kau menyebar foto-foto aneh Uruha, kau tahukan? Dia saudaraku dan teman baik Reita! Dan soal foto paha itu….”, Tora tersenyum iseng melirik adik kelasnya, “aku sedikit terkejut saat kau menyebarkan foto tidur Uruha, saat itu aku tidak tahu tentang Ruki berteman denganmu, tapi saat ini aku sadar kalau mungkin saat itu kau memanfaatkan Ruki untuk itu?”, Tora kembali berkonsentrasi ke depan, “ karena foto itu aku ingin sedikit mengisengimu dengan memberimu sebuah tantangan. Dan melihat jumlah bayaran yang aku tawarkan aku tahu kau pasti akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya sekalipun kau tidak mungkin bisa mendapatkannya. Dan kau tahu betapa kerasnya aku tertawa saat kau mengirimkan foto pahamu sendiri ke emailku”, Tora kembali menutupi mulutnya dengan punggung tangan menahan tawa.

“apa?! itu bukan pahaku!!”, protes Saga nepsong.

“lalu?”

“itu ……paha Ruki”, Saga sedikit memalingkan wajahnya ke arah jendela, entah kenapa mendadak perutnya gatal ingin tertawa.

“ah, jadi itu bukan pahamu”

“lagipula bagaimana bisa kau tahu itu paha Uruha atau bukan!?”

“tentu saja, dulu kami sering mandi bersama. Dan paha Uruha itu berbeda dengan yang lainnya, benar-benar mulus tanpa bulu, tidak seperti di foto itu”, Tora menyunggingkan senyuman tipisnya membuat Saga mengernyitkan dahi. “sejak dulu aku selalu menganggap kalau Uruha itu perempuan yang salah terlahir sebagai laki-laki haha…”

Saga memalingkan wajahnya ke jendela pintu mobil, “pahaku juga mulus kok!”, gerutu Saga pelan, ia tidak bermaksud menyampaikan kata-katanya itu pada lawan bicaranya tapi Saga sedang sial tampaknya. Mobil Tora tiba-tiba berhenti di pinggir jalan, dan Saga menoleh pada kakak kelasnya itu dengan heran. “ada apa?”

“kalau begitu perlihatkan padaku!”, Tora menoleh pada adik kelasnya itu dengan senyuman jahilnya.

“ha?”

“kau bilang pahamu tidak kalah mulus dengan Uruha”, dengan iseng Tora merangkakan tangannya ke paha laki-laki di sampingnya, “perlihatkan padaku!”

“a-apa?!”, Saga segera menyingkirkan tangan iseng kakak kelasnya, “jangan bercanda!!”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Ruki berjongkok di samping pintu apaato Saga sambil melihat layar ponselnya. Pukul 11:15 pm.

Ruki menghela nafasnya berat, tubuhnya mulai terasa kedinginan karena ia tidak memakai sweater atau jaket, hanya kain tipis seragam sekolahnya yang membalut tubuhnya. Saga benar-benar orang yang tega! Tahu begini Ruki pulang saja ke rumah Uruha.

Ruki menelungkupkan tubuhnya, menutupi wajahnya dengan kedua lengannya yang ia tumpukan di atas kedua lututnya. Matanya benar-benar terasa berat. sampai beberapa saat makhluk minis itu hampir kehilangan kesadarannya tiba-tiba seseorang mendorong tubuhnya hingga terguling ke samping.

“Ugh!”, Ruki meringis.

“kau punya kebiasaan tidur dimana saja?”, Saga menaikan sebelah alisnya.

“he? Saga!”, Ruki segera membangunkan tubuhnya dari lantai melihat Saga berdiri di sampingnya sambil membuka kunci pintu. “heh! Darimana saja kau?! aku menunggumu hampir dua jam tahu!”

“dua jam? Ngarang”, Saga melengos masuk ke dalam apaatonya setelah berhasil membuka kunci.

“serius!”, Ruki mengikuti Saga segera masuk dan kembali mengunci pintu. “aku tadi pulang lebih awal dari biasanya”

“hn”, tanggap Saga tidak perduli. Laki-laki itu masuk ke dapurnya mengambil air mineral dan mengambilkannya satu juga untuk Ruki.

“tidak biasanya kau keluar—“, Ruki tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat Saga meneguk air mineralnya, ah tidak! lebih tepatnya Ruki melihat ada sesuatu di leher Saga. “kau keluar bersama perempuan?”

“hn?”, Saga masih meneguk minumannya melirik ke arah Ruki.

“lehermu”, Ruki menunjuk leher Saga dengan innocentnya.

Refleks Saga segera menutupi lehernya, “aa…ahah ya, aku keluar dengan cewek. Kenapa? Wajarkan?”

Ruki memicingkan matanya menatap Saga curiga, “atau dengan Tora?”

“ahaha….”, Saga mendadak memaksakan tertawa, beberapa saat kemudian menatap Ruki datar. “tidur ah”, lalu laki-laki krempeng itu ngeloyor masuk ke kamarnya untuk menghindari Ruki yang seperti hendak mengintrogasinya.

“e! oi ! benar ya?!”

Saga kembali membuka pintu kamarnya dan nongol dari sana, “aku baru ingat”

“ha?!”

“kau kan cukup dekat dengan Reita dan Uruha, sementara Sharon terlihat selalu bersama kedua orang itu. jadi kemungkinan untukmu mudah mendekati wanita bule itu juga besar”

“apa maksudmu?”

“dapatkan fotonya! Saat bersama Uruha lebih bagus. pasangan itu jadi topic yang hangat di website-ku”

“aku tidak mau!”, Ruki mendengus beranjak dari depan pintu kamar Saga untuk mengganti bajunya.

“kalau begitu ‘foto itu’ kusebar”

Ruki kembali menoleh pada laki-laki yang masih nongol dari pintu kamarnya, “foto apa?”

“foto Uruha dengan ekspresinya yang WAH itu”, Saga tersenyum jahil.

“HAH??!! bukankah kau bilang kau belum sempat mengambilnya dari ponselku?”

“itu apa yang ku bilang, kenyataannya foto itu sudah ada di netbook-ku”, ucap Saga sesaat sebelum menutup pintu kamarnya.

“SAGA!!!!!”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

“Ohayou!”, Reita langsung merangkul tubuh mungil Ruki ketika makhluk bernoseband itu menemukannya tengah berjalan menaiki tangga menuju ruang loker bersama seorang laki-laki berambut hazel yang lebih tinggi darinya.

“oh, Reita-senpai…Ohayou!”

Reita menampilkan deretan gigi putihnya saat Ruki balik menyapanya.

Saga sedikit mendelik ke dua orang itu dan tanpa sengaja ia bertemu pandang dengan kakak kelas bernoseband itu, “aku duluan”, ucap Saga sebelum akhirnya berjalan lebih cepat mendahului kedua makhluk itu.

“kenapa? Sepertinya dia tidak suka denganku”

“ahah Saga memang seperti itu. oh, Sharon-san tidak datang lagi?”, tanya Ruki.

“hn? Entahlah”

“oh haha”, Ruki memaksakan tertawa, “oh ya, ano…Reita-senpai”, mendadak Ruki teringat.

“ya?”

Ruki sedikit ragu untuk mengatakannya, dia tidak bermaksud untuk ikut campur tapi Ruki masih penasaran. “tadi malam aku menelponmu”

“hn?”

“tapi yang mengangkatnya adalah seorang perempuan….dan dia berbicara bahasa inggris”, Ruki sedikit cengir.

“…….”

“aku pikir aku salah nomor”, ucap Ruki bohong, “tapi ternyata itu benar-benar nomormu”

“o-ooh ahah..”, Reita sedikit menggaruk-garuk belakang kepalanya, “maaf itu pasti ibuku haha”, Reita tertawa garing.

“ibumu?”, Ruki mengernyitkan dahinya, “ibumu seorang bule?”

“ah tidak! bukan, hanya saja kadang dia sok bule haha”, Reita kembali menggaruk belakang kepalanya.

“oh”, Ruki menganggukan kepalanya, “ahah…awalnya aku pikir itu Sharon-san?”, Ruki sedikit melirik kakak kelasnya, dan sesuai dugaannya ekspresi Reita terlihat sedikit terkejut dengan pernyataan Ruki. “tapi itu tidak mungkin ya haha….”

“he…haha tidak mungkin, kau ini bicara apa Ruki haha mana mungkin aku bersama Sharon. Kau tahu sendiri kan? aku menjemput ibuku dan Sharon bersama….dia bersama Uruha”

“iya, maaf”, Ruki menggaruk-garuk tengkuknya.

“ah kalau begitu aku duluan ya, jaa”, Reita sedikit mengacak-acak rambut Ruki lalu sedikit berlari mendahului makhluk minis itu.

Ruki merasa sedikit aneh dengan sikap kakak kelas bernosebandnya itu, dan dia yakin ada yang Reita sembunyikan. Ruki tidak bermaksud untuk tsuudzon(?) tapi dari tanda-tanda yang diperlihatkan Reita, entah kenapa Ruki merasa kalau apa yang ia simpulkan mungkin benar.

Reita merogoh ponselnya setelah selesai memasukan sepatunya ke dalam loker. Ada satu pesan baru di sana.

Nee Reichan~ aku ingin bermain ke Tropical Land ~ <3 span="">
Kapan kau punya waktu? Bagaimana kalau hari minggu?

Reita sedikit menggaruk-garuk tengkuknya, lalu mengetik pesan balasan dan kembali memasukannya ke saku celananya. Wanita itu memang seperti selalu bergantung padanya, sejak dulu saat ia kesal dengan Uruha atau marah pada teman baiknya itu maka ia akan datang padanya dan melampiaskan semuanya padanya. Mungkin bisa dikatakan wanita itu sudah begitu mempercayainya, atau menganggapnya teman baik?

Reita sedikit menengok ke kelas Uruha saat melewati kelas 3-2 itu sebelum sampai ke kelasnya. dan laki-laki bernoseband itu menemukan Uruha sudah duduk di bangkunya, Reita sedikit mengernyitkan dahi karena jarang-jarang Uruha sampai di sekolah sebelum dirinya.

Reita kemudian memutuskan untuk masuk ke kelas itu yang belum terlalu banyak murid-murid yang datang di sana.

“yo!”, Reita menepuk bahu Uruha.

“hn”, tanggap Uruha malas.

Makhluk bernoseband itu duduk di bangku di depan Uruha sambil menghadap ke belakang. “ada apa? wajahmu kusut sekali”

Uruha mendengus, “diomeli kakekku habis-habisan”

“oh ya? haha….”, Reita tertawa seakan sudah mengerti alasan Uruha diomeli Kamijo. “Ah, Nimo juga sempat menelponku katanya ponselmu susah sekali di hubungi. Apa kau tidak membawa ponselmu yang satu lagi?”

“aku tidak merencanakannya”, Uruha mendengus menjatuhkan kepalanya di atas meja. “semalam dia marah padaku!”

“hm…”, Reita sedikit tersenyum hambar, “eh, dia mengajakku ke Tropical Land, apa kau akan pergi bersamanya?”

Uruha kembali mengangkat kepalanya, “apa? yang benar saja aku harus ke tempat seperti itu!”. Uruha kembali mendengus.

“tapi kupikir itu akan jadi momen yang bagus! dan aku akan mengajak Ruki juga, bagaimana?”, Reita kembali menampilkan deretan gigi –gigi putihnya.

“kenapa harus anak itu?”, Uruha menatap  teman baik bernosebandnya itu datar.

“kau bersama Sharon dan aku bersama Ruki”

“ha? kenapa tidak kau bawa saja seorang perempuan! Kenapa harus anak itu!?”

“anggap saja Ruki perempuanku”

Uruha mengernyitkan dahinya, “kau serius?”

“tentu saja!”, Reita tersenyum tipis, “kau tahu? aku yang meminta Sharon untuk datang ke sini, aku menceritakan soal Ruki padanya”

“apa?”, Uruha semakin mengernyitkan dahinya, “apa yang kau ceritakan?”

“bahwa Ruki mungkin merebutmu darinya”

“kau gila!!”, Suara Uruha tiba-tiba sedikit meninggi.

“tapi kau senangkan dia kembali? aku hanya ingin tahu jika wanita itu ada di sini siapa yang akan kau pilih, dia atau Ruki”

“jangan konyol! Kenapa ada anak itu?”

Reita menyunggingkan senyuman tipis, “dan ternyata kau lebih memilih wanita itu”

“kau bodoh? Tentu saja!”, Uruha menatap Reita tajam, “aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, sebenarnya apa yang kau inginkan dengan melakukan ini?”

“sejak dulu kau tidak pernah benar-benar dengan terang mengatakan kalau kau menyukai Sharon, tapi aku tahu dengan jelas. Begitupun halnya dengan Ruki. Bagiku kau seperti kaca yang transparan”, Reita memain-mainkan jarinya di atas meja, “kau ternyata belum melupakan Sharon, aku tidak ingin kau memiliki keduanya, jadi pilih satu diantara mereka dan siapapun yang tidak kau pilih akan kuambil”

“ck”, Uruha mendengus, “mungkin kau benar tentang wanita itu, dan aku masih sangat normal ! aku tidak sepertimu! Jadi silahkan saja kau ambil anak itu, sejak awal kau memang menginginkannya bukan? Kenapa harus merasa terganggu denganku?”

Reita sedikit tertawa kecil, “kau bicara seperti itu karena sekarang ada wanita itu bukan?”

“sudah kubilang ambil dia dan jangan sangkut pautkan apapun lagi tentangnya denganku”

“hmm.. baiklah berarti aku bisa dengan tenang untuk mengambilnya sekarang”, Reita berdiri dari bangkunya duduk, “oh ya, kau mungkin terkejut aku seperti ini? tapi asal kau tahu….aku sudah lama menjadi orang yang kau sebut ‘tidak normal’ itu, dan aku harap kau tidak memutuskan pertemanan kita karena ini”, ucap Reita sesaat sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Uruha di bangkunya.

“cis!”, Uruha sedikit mendengus menendang bangku di depannya.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

KRIIIIIIING!!!

Semua Siswa-siswi BHS berhamburan keluar kelas setelah bel istirahat berbunyi. Ruki dan Saga memberes-bereskan buku-buku mereka dan memasukannya ke dalam tas.

“kau mau ke kantin?”, tanya Ruki pada Saga.

“hn, tunggu sebentar. Aku ingin menghirup udara dengan laluasa dulu”, Saga menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku sambil menautkan ke sepuluh jari tangannya di ke belakang kepalanya. Baru saja mereka menyelesaikan pelajaran matematika yang membuat otak mereka mengepulkan asap. Ruki sedikit mengembungkan kedua pipinya ikut melakukan hal yang sama seperti Saga lalu mereka mnghirup udara dan menghembuskannya secara bersamaan.

“Ruki?”

Makhluk minis itu menengok kea rah pintu masuk kelas dimana seseorang tiba-tiba memanggil namanya dari sana. “Reita-senpai…?”

Reita tersenyum, “bisa kita bicara sebentar?”

“hn?”, Ruki memutar kepalanya kearah Saga.

“pergi saja! lagipula aku sedang malas ke kantin”, ucap Saga masih bersantai dengan posisinya.

“oh”, Ruki segera beranjak dari bangkunya dan menuju kearah kakak kelas bernosebandnya di ambang pintu. “ya, ada a—eh!!”, Reita tidak membiarkan adik kelasnya itu menyelesaikan pertanyaannya, ia segera menarik lengan makhluk minis itu untuk mengikuti kemana langkahnya.

Uruha bersama kedua pengikutnya hendak menuju ke kantin saat tiba-tiba mereka melihat Reita menyeret(?) Ruki naik ke atas tangga menuju atap sekolah. Uruha berusaha mengabaikannya dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju kantin dengan diikuti kedua pengikut setianya.

Ruki sedikit menggaruk-garuk kepalanya mendapati dirinya sudah berada di atas atap sekolah, Reita begitu cepat menyeretnya. “aa…aha ada apa tiba-tiba kau mengajakku kemari, Reita senpai?”

Reita berjalan ke arah pagar dan menyandarkan dirinya di sana. “aku hanya ingin menghirup udara segar….denganmu”, Reita tersenyum iseng.

“he? hahaha…”, Ruki kembali menggaruk-garuk belakang kepalanya, “memangnya kenapa harus denganku?”, Ruki menunjuk dirinya sendiri.

“karena kau tidak membosankan, ketika kau berada di sekitarku maka suasana akan menjadi menyenangkan tidak perduli dalam keadaan apapun itu haha”

“benarkah?”, Ruki mengernyitkan dahinya.

Reita berjalan mendekati adik kelas mungilnya itu dan berdiri di hadapannya, “ada sesuatu yang ingin ku sampaikan”

“ya?”, Ruki menatap kakak kelasnya yang tentu lebih tinggi darinya itu dengan sedikit terheran-heran sekaligus juga penasaran.

“tapi sebelum itu aku tanya padamu, apa kau benar-benar membenci Uruha?”

“he?”, Ruki menaikan sebelah alisnya, “aku sudah sering mengatakannya padamu bukan?”

“aku bertanya dengan serius”

“a-aku juga serius”, Ruki sedikit meremat samping celana seragamnya.

Reita menunjuk dada Ruki, tepatnya ke saku kemejanya, “ponsel itu…aku tidak pernah mengatakan padamu kalau itu dariku bukan? Karena aku hanya menyampaikannya padamu”

Ruki melihat saku kemejanya sendiri lalu kembali beralih melihat kakak kelasnya, “lalu kalau bukan darimu?”

“itu pemberian Uruha”

Ruki cukup terkejut dengan jawaban Reita.

“dia yang merusak ponselmu bukan? Jadi dia menggantinya. Hanya saja dia menyuruhku untuk merahasiakannya”

Ruki sedikit menundukan kepalanya berusaha mencerna kata-kata kakak kelasnya itu. “kenapa dia harus merahasiakannya?”, Ruki bergumam.

“begitulah Uruha”, Reita tersenyum mengacak-acak rambut Ruki. “dan nomor ponsel yang ada di sana juga bukan nomorku, itu nomor ponsel Uruha”

Ruki melebarkan kedua matanya segera mengangkat wajahnya, “tidak mungkin! Kau bilang itu nomormu kan?”

“oh maaf, aku bohong haha”

“ta-tapi aku pernah tahu nomor ponsel Uruha dan kurasa itu berbeda dengan yang ada di ponsel ini”

“itu nomor baru Uruha, akhir-akhir ini semakin banyak pesan-pesan dan miscall tidak jelas dari para fansnya ke nomornya yang dulu, ia merasa nomor itu sudah tercemar jadi ia membeli ponsel dan nomor baru, dan hanya aku yang tahu tentang itu”

“kau yang memasukan nomor itu ke ponsel ini?”

“benar, tapi kau mengiriminya pesan bukan? dan Uruha tidak protes padaku! Tampaknya dia senang-senang saja dengan itu”

“senang?”

Reita tersenyum menganggukan kepalanya. Kemudian menatap adik kelas mungilnya itu dengan lembut, “dengan ini kurasa kau mengerti kan? bahwa tadi malam yang kau hubungi bukan aku, tapi Uruha”

Ruki sedikit menundukan kepalanya.

“dan seperti dugaanmu, yang mengangkat panggilanmu itu adalah Sharon”, Reita mengusap tengkuk dengan sebelah telapak tangannya, “ Uruha dimarahi habis-habisan oleh Kamijo-jiichan karena semalaman dia tidak pulang ke rumah, dia bersama wanita itu”

Ruki menelan ludahnya yang mendadak terasa keras untuk ditelan. “be-begitu? haha sudah kuduga, berita yang mengatakan kalau mereka tidak pacaran itu salah—“

“itu tidak salah, mereka memang tidak berpacaran dan mereka tidak pernah berpacaran. Tapi hal seperti itu bukan hanya sekali ini mereka melakukannya”

Ruki tersenyum kecut, “aku tidak mengerti cara hidup orang Tokyo”, ucap makhluk minis itu sambil memegangi dada kirinya.

“kau tidak apa-apa?”

“he? aku tidak apa-apa haha”, Ruki mengangkat wajahnya memaksa tertawa. “mungkin aku hanya sedikit terkejut, selama ini aku tidak pernah melihatnya dekat dengan satu perempuanpun jadi mendengar ini aku terkejut”, Ruki menggaruk-garuk belakang kepalanya sedikit menunduk, “mungkin seperti kata Sharon, Uruha menjaga kata-katanya untuk tidak dekat dengan perempuan manapun selama ia tidak ada. Sepertinya Uruha benar-benar menyukai Sharon”

“setahuku itu benar. meski dia tidak pernah mengatakannya secara terang padaku tapi aku bisa melihat dia begitu menyukai wanita itu”

Ruki kembali memegangi dadanya. Dan Reita mengerti sekali bahasa tubuh itu. “dadamu sakit?”

“he? oh, ini…entahlah, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya haha”

Pernah, Ruki pernah merasakan itu tapi entah kenapa kali ini berlipat-lipat sakitnya.

Reita menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. “kau terluka. Dan aku mengerti sekali keadaan itu”, Reita sedikit tersenyum hambar.

“……”

“aku sering merasakannya, tapi aku sudah kebal sekarang”


TBC  (◕‿◕✿)

*Kabur*