Search + histats

Tuesday 15 July 2014

Natural Sense ★31


Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 31
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos!
Length : 15 Pages (4.444 words)
Note : Maaf(?)~ XD 


Chap 31 : ☆~Stretched~☆

Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆


PLAK!

Ruki melongo melihat scene di hadapannya. Entah angin apa yang membawa makhluk yang sebelumnya bersikeras dengan kekeras kepalaannya itu sampai ke sana, bahkan ia masih memakai seragamnya. Dan tak ada angin tak ada hujan langsung menampar Sharon yang tengah cipika-cipiki(?) berpamitan dengan Reita.

“Aku memaafkanmu!” 

Ruki melihat Uruha sedikit menarik nafas sebelum ia mengatakan itu.

Wajah kebingungan Sharon berubah tersenyum. Ia masih memegangi sebelah pipinya yang baru saja mendapatkan tamparan Uruha. Tidak kuat tapi cukup rasanya cukup membekas.

“Terimakasih.” Sharon menyentuh pipi Uruha.

Uruha mendengus sambil memalingkan wajahnya, “Terpaksa!” 

“Tidak ada yang memaksamu melakukan itu Uruha,” Sharon menengok wajah Uruha. Pemuda brunette itu terlihat sedikit jengkel mendelik ke arah Ruki.

“Apa?” Ruki menaikan satu alisnya bingung, dan Uruha kembali mendengus sementara Sharon tersenyum kecil menganggukan kepalanya tampak mengerti dengan sesuatu.

“Aku akan selalu menyayangimu, Uruha,” ucap Sharon setelah mengecup adik kelasnya itu tepat di keningnya. “I'll miss you,” Sharon mengelus sebelah pipi Uruha dengan senyuman yang tidak pernah meninggalkan wajahnya sejak adik kelasnya itu ada di sana. Dan Ruki sempat berpikir untuk mencari toilet sekedar untuk alasan ia tidak ingin berada di sana saat ini. “Aku akan menemuimu lagi saat kau telah tumbuh menjadi seorang laki-laki yang akan membuatku menyesal karena tidak memilihmu. Ok?” 

“Kau pasti akan menyesal!” Uruha menggenggam pergelangan tangan Sharon yang menyentuh pipinya, “dan jika laki-laki itu tidak berguna atau bahkan menyakitimu, jangan pernah mengatakannya padaku! karena aku hanya akan tertawa jika kau melakukannya.” 

Sharon menganggukan kepalanya, tersenyum dan kemudian Ruki melihat perempuan itu melihat ke arahnya dan senyumannya semakin mengembang. Tubuh Ruki sedikit menegang saat perempuan bule itu menghampirinya dan memegang tangannya, “Terimakasih sudah mau datang Ruki kun, aku pasti akan sangat merindukanmu.” 

“A,aku juga!” Ruki sedikit gugup dan Sharon menyadarinya.

“Beberapa hari saja mengenal Ruki kun, sudah membuatku sangat suka. Kau orang yang luar biasa.”

“He?” Ruki tidak yakin dengan apa yang ia dengar.

Sharon melirik Uruha, “Benarkan, Uruha?” Dan orang yang ditanya hanya mengernyitkan dahinya sementara Reita di sampingnya tersenyum menggulir bola matanya ke sembarang arah.

“Pokoknya aku senang bisa bertemu dengan Ruki kun, terimakasih sudah membuat hariku menyenangkan di sini.” 

Ruki menggaruk pinggir bibirnya tak mengerti, makhluk minis itu merasa tidak melakukan apapun. “Ano...” 

“Jaga Uruha......Ruki kun harus merubah pribadinya menjadi lebih baik. Itu adalah tugas dariku yang harus kau lakukan!” Bisik Sharon pelan di telinga Ruki, “I won the bet after all, dan ini adalah hukuman untukmu.” Sharon menarik wajahnya dari telinga Ruki dan menemukan Uruha yang tengah menatapnya dengan pandangan seakan mengatakan 'apa yang kau lakukan?'

“Ke-kenapa Sharon san menyuruhku melakukan hal seperti itu?” 

Sharon tersenyum, “karena aku yakin Ruki-kun bisa melakukannya.” 

“Kalau aku tidak bisa?” 

“Ruki kun akan berhutang padaku seumur hidup! Tapi percayalah, instingku tidak pernah salah, Ruki kun ingat, bagaimana kau kalah dalam taruhan semalam?” 

Ruki menoleh pada Uruha yang juga tengah menatapnya sambil mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan apa yang sedang Ruki dan Sharon bicarakan. Ruki menelan ludahnya paksa sebelum ia kembali beralih pada Sharon. “Sepertinya kau selalu percaya diri akan sesuatu Sharon-san, tapi aku tidak bisa sepertimu.” 

Sharon meraih pipi Ruki, “karena itu kau harus percaya diri, Ruki kun! Kau adalah orang yang luar biasa dan aku suka orang seperti Ruki kun, aku menyukaimu! Sangat menyukaimu!” 

Ruki sedikit tersipu menundukan wajahnya dan entah kenapa Uruha tiba-tiba merasa jengkel dengan reaksi makhluk minis itu sampai Uruha melihat mantan kakak kelasnya itu tiba-tiba mengangkat dagu Ruki dan mengecup bibirnya. Uruha mendadak merasa tekanan darahnya melesat naik.

“Aku tidak akan pernah melupakan Ruki kun,” ucap Sharon sebelum beralih pada Reita dan juga Uruha, “Aku pasti merindukan kalian, ah! Sayang sekali Tora dan Aoi tidak ada. Sampaikan salamku untuk mereka!” 

“Pasti!” Reita menganggukan kepalanya.

“Jaga diri kalian baik-baik,” Sharon meraih kopernya.

“Kau juga!” Balas Reita tersenyum.

Sharon menganggukan kepalanya sebelum ia mengenakan kaca mata hitamnya, “aku berangkat!” 

Reita menganggukan kepalanya, “Hati-hati!” sementara Uruha menggulir bola matanya ke sembarang arah saat Sharon melambaikan tangannya setelah perempuan bule itu berjalan beberapa langkah.

“Lihat Sharon, Uruha!” Reita melirik teman baiknya itu di sampingnya.

“Aku tidak mau!” Uruha mendengus masih memalingkan wajahnya tak melihat ke arah Sharon yang kini mulai menghilang dari pandangan.

“Kenapa? Karena kau ingin menangis?” Tanya Reita iseng.

“Cis!” Uruha kembali mendengus menoleh ke arah Ruki yang terlihat masih shock dengan tindakan tiba-tiba dari Sharon beberapa saat sebelumnya. Uruha mendorong kepala makhluk minis itu jengkel, membangunkannya dari fantasy tak kunjung berakhir juga-nya. 

“Apa?” Protes Ruki.

“Kau membuatku jengkel!” 

“Ha?” Ruki mengernyitkan dahinya.

“Ha?” Uruha menirukan wajah bingung Ruki untuk sekedar mengoloknya dan itu sukses membuat Ruki gondok.

“Kau terlihat cukup shock dengan apa yang Sharon lakukan padamu, Ruki?” tanya Reita tersenyum.

Mendadak wajah Ruki memerah dan Uruha merasa ingin mencekiknya. “Tidak, itu... Soalnya itu ciuman pertamaku.” Ucap Ruki gugup.

“Ha?” Uruha mengernyitkan dahinya.

“Aku belum pernah berpacaran sebelumnya, mungkin agak tidak wajar untuk orang seusiaku tapi ya.... Itu ciuman pertamaku!” Ruki sedikit menggaruk garuk pipinya.

“Ha?” Uruha semakin mengernyitkan dahinya.

“Dan aku tidak pernah berpikir sedikitpun Seorang perempuan seperti Sharon yang akan menjadi ciuman pertamaku!” Ruki sedikit menundukan wajahnya, tersenyum canggung mengusap usap tengkuknya.

“HA?” Uruha menaikan sebelah alis sambil sedikit meninggikan suaranya.

“Apa masalahmu Uruha?” Ruki mengangkat wajahnya, menatap laki-laki brunette itu datar, yang sejak tadi suara 'ha?'-an nya berusaha ia abaikan namun Ruki gagal.

“Haha...Maaf Ruki tapi sebelumnya kita pernah berciuman, jadi seharusnya itu bukan ciuman pertamamu?” Reita sedikit menggoda makhluk minis itu.

“He? Ma-maksudku itu ciuman pertamaku dengan perempuan!” 

Uruha mendorong kepala Ruki sekali lagi.

“Apa lagi?!” Protes Ruki super duper jengkel.

“Norak sekali kau! Dia itu bule! Dan yang seperti itu bukan hal spesial, itu hanya sebagai bentuk salam pamit!” 

Ruki sedikit cemberut, “Aku tahu! Tapi tetap saja aku ini kan orang Jepang, dan yang begitu bukan salam di adat istiadatku!” 

“Jadi kau bangga?” 

“Tentu! Siapa yang tidak bangga mendapat perlakuan seperti itu dari perempuan seperti Sharon!” 

“Ha? Aku sering mendapatkannya! Biasa aja!” 

“Kau cemburu Uruha?” Reita memutuskan ikut nimbrung daripada hanya melihat kedua makhluk itu cekcok.

“Apa?” Uruha mendelik teman bernosebandnya, “yang benar saja! dia mau mencium siapapun, aku tidak perduli!” 

Reita mendekati Uruha dan mendekatkan wajahnya ke telinga laki-laki cantik itu, “maksudku bukan karena Sharon mencium Ruki, tapi karena... Ruki dicium Sharon?” Reita tersenyum kecil ditengah-tengah bisikannya kemudian memicingkan satu matanya untuk menemukan perubahan ekspresi wajah pada Uruha dan ia mendapatkannya. “Aku benar?” tanya Reita tersenyum jahil.

“Kau—” Uruha menoleh ke arah Ruki yang juga tengah menatapnya dengan heran. “TIDAK MUNGKIN!” bentak Uruha tiba-tiba pada makhluk minis tanpa dosa itu membuat yang bersangkutan kebingungan sekaligus jengkel tiba-tiba dibentak begitu.

“Kau punya dendam apa padaku, Uruha?” 

“Tampangmu membuatku kesal!” 

“Ha?! kau—” 

“Baaaaaiklah!” Reita berjalan mendekati Ruki, melihat kedua makhluk yang bagai kucing dan anjing itu sudah siap mengambil ancang-ancang untuk bergumul (di mata Reita) dan Reita hanya berusaha untuk membuat hal itu tidak benar-benar terjadi sementara Uruha menggulir bola matanya malas melihat teman bernosebandnya itu mulai merangkul Ruki, “Sharon sudah tidak ada, sekarang waktunya kita meninggalkan tempat ini. Jadi... Kau sudah pikirkan tempat yang ingin kau kunjungi, Ruki?” Reita sedikit menumpu'kan kepalanya ke kepala adik kelas kurang tinggi-nya itu sambil melirik Uruha dan tersenyum jahil. “Kita habiskan hari ini untuk bersenang-sena—” Reita menaikan satu alisnya menatap Uruha, karena tindakan tiba-tiba laki-laki cantik itu yang menarik Ruki hingga lepas dari rangkulannya, “Ada apa ini?” Reita menyilangkan kedua tangannya menunggu penjelasan.

“Dia belum benar-benar sembuh!” 

Ruki mengernyitkan dahinya, “sejak kapan kau perduli?” dan Ruki merasakan genggaman tangan Uruha di lengan atasnya menguat saat laki-laki jangkung itu menoleh ke arahnya sedikit melotot.

“Aah, benar! Aku kan sudah minta izin, dan kau bilang.... tidak perduli?” Reita menaikan satu alisnya.

“Dia pulang denganku!” Uruha menatap Reita tajam, dan laki-laki bernoseband itu tau ada sedikit ancaman dikata-katanya. Reita sedikit mendengus dan menghela nafas pelan, dia sangat tau sifat teman baiknya itu.

“Aku datang ke sini bersama Reita, lagipula aku kan sudah janji—”  

“Aku bilang kau pulang denganku! BERARTI KAU HARUS PULANG DENGANKU!” Bentak Uruha.

“TAPI KENAPA?!” Ruki balas membentak.

“Tidak apa-apa Ruki, manusia punya kemampuan dan hak untuk berubah pikiran.”

Ruki menoleh ke arah Reita, “He?” 

Reita tersenyum menganggukan kepalanya, “ini bukan hari terakhir, masih banyak hari menunggu, kita bisa melakukannya kapanpun tapi mungkin tidak sekarang,” Reita melirik Uruha.

“Tidak apa-apa?” 

“Pergilah! Atau aku juga akan menggunakan hak dan kemampuanku untuk berubah pikiran!” Reita menggulir bola matanya sedikit menyunggingkan senyum tipis. Uruha mendengus.

“Aa, tapi... ah! kalau begitu aku—” belum sempat Ruki menyelesaikan kalimat pamitannya untuk Reita, Uruha segera menarik lengan atas makhluk minis itu agar mengikutinya. Reita menghela nafas memasukan satu tangan ke saku celana jeansnya melihat Uruha menarik paksa makhluk yang lebih pendek darinya yang terlihat protes karena ia belum selesai berpamitan. Laki-laki bernoseband itu tersenyum kecil sambil menggulir bola matanya ke arah lain kemudian memutuskan untuk ikut beranjak dari sana.

“Aku bisa berjalan sendiri tanpa perlu kau tarik-tarik!” protes Ruki.

“Diam!” 

“Kau pikir aku anjing penurut yang akan selalu menuruti perkataanmu!” 

Uruha menoleh tanpa menghentikan langkahnya, “Memang iya... kan? Kau menyukaiku.” Uruha kembali melihat ke depan, mengabaikan ekspresi wajah Ruki yang memucat.

“APA HUBUNGANNYA?!” 
☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Ruki melihat keluar kaca pintu mobil, ia hanya melakukan itu sejak awal ia naik ke mobil sport merah itu, tak ingin melihat atau bicara pada pemilik di sampingnya yang telah beberapa kali meliriknya.

“Apa kau masih membanggakan apa yang perempuan itu lakukan padamu?” Uruha memutuskan untuk memecah keheningan di antara mereka, dimana hanya suara mesin mobil dan suara suara mobil di luar sana yang terdengar.

Ruki menoleh ke arah Uruha sedikit malas, “bilang saja kalau kau cemburu karena Sharon menciumku di bibir dan kau hanya di kening, aku tahu sekarang.” Dan Ruki kembali melihat ke luar kaca mobil di sampingnya.

“Apa?! Bangga sekali kau!” Uruha kembali merasakan perasaan jengkel mendatanginya.

“Uruha.... Kau sangat menyukai Sharon kan?” 

Uruha melirik makhluk di sampingnya yang terlihat masih setia melihat ke luar kaca jendela di sampingnya.

“Aku jadi terpikir kata-kata Reita. Tanpa memikirkan perasaanmu aku berusaha membuatmu datang...”

“Aku datang bukan karena kau!”

“Aku tidak berpikir, kau tidak mau datang mungkin karena kau tidak ingin melihat Sharon pergi.” Ruki kembali menoleh ke arah Uruha, “maaf, tadi malam aku sudah mengatakan kata-kata lancang tanpa tau perasaanmu. Padahal kau pasti benar-benar sedang terluka kan?”

“Jika kau tanya apa aku menyukainya, ya! aku menyukainya. Apa aku terluka?” Uruha mendengus, “aku bukan orang yang akan tenggelam dalam perasaan seperti itu.”

“Benar juga,” Ruki menyilangkan kedua lengannya meluruskan pandangannya ke jalanan di depannya, “walau wajahmu seperti perempuan, tetap saja kau laki-laki tak punya hati.”

Uruha kembali mendengus, “Memangnya kau? tampang laki-laki tapi hatimu lembek!”

“Apa?!” Ruki kembali menoleh ke arah Uruha jengkel, “darimana kau tahu hatiku lembek? siapa yang bilang hatiku lembek?!”

“Ponsel rusak aja nangis,” ejek Uruha.

“Ap—Bukan masalah ponsel yang rusak!” 

“Tetap saja kau nangis.” Uruha mendelik Ruki dengar ekor matanya, ia melihat makhluk minis itu terlihat sangat jengkel dengan kata-katanya namun tampaknya ia tak bisa membuat pembelaan lagi untuk dirinya sendiri.

“Itu karena kau yang melakukannya,” gumam Ruki pelan sedikit mengembungkan kedua pipinya, kembali melihat ke luar kaca pintu mobil di sampingnya.

“Karena aku yang melakukannya, jadi hatimu lembek?” Uruha menggulir bola matanya ke luar kaca pintu mobil di sampingnya, “kau mau bilang karena kau menyukaiku. Kau mau menyatakan perasaanmu lagi?” 

“Apa?! aku tidak bilang begitu!” 

Uruha menolehkan wajahnya berlawanan arah dengan dimana Ruki duduk, ada sedikit perasaan menggelitik yang membuatnya perlu menyembunyikan ekspresi wajahnya dari makhluk minis itu sekarang.

Ruki mendengus kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran jok sambil menyilangkan kedua lengannya. Ruki mengerti, jadi itu cara Uruha mengoloknya sekarang. “Lucu bagimu,” dengus Ruki.

Uruha menghentikan mobilnya saat mereka telah sampai di depan gerbang rumah besar milik Kamijo yang tak lain adalah kakek angkat mereka.

Ruki bermaksud membuka pintu di sampingnya untuk keluar namun ia harus mengurungkan niatnya saat tiba-tiba Uruha menahan pintu di samping Ruki agar tidak terbuka, Ruki menoleh dengan bingung ke arah Uruha dimana wajah sang brunette itu tidak jauh di samping wajahnya, “apa?” 

“Aku ingin menghancurkan kebanggaan norakmu itu.” 

“He?” Ruki mengernyitkan dahinya.

“Kau bangga karena perempuan itu menempelkan bibirnya dengan milikmu, dan kau sebut itu sebagai sebuah ciuman?” 

“Kau masih membahas itu?”

Uruha tidak melepaskan tangannya dari pintu di samping Ruki yang ia pakai untuk menahan pintu yang hendak Ruki buka tadi. Ruki melirik tangan laki-laki brunette itu membentuk kepalan tertumpu di permukaan pintu bagian dalam mobil seakan Uruha mempercayakan seluruh berat tubuhnya di sana, “Kutunjukan seperti apa itu sebuah ciuman yang sebenarnya,” dan saat Ruki menarik kembali tatapannya kembali pada Uruha untuk bertanya 'apa?' karena kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki brunette itu terdengar aneh di telinga Ruki. Namun pertanyaan itu tidak sempat keluar dari mulut Ruki karena ia langsung mendapatkan jawabannya dengan melihat wajah Uruha tepat berada di depan wajahnya, tanpa jarak. Ruki tidak berkedip selama beberapa lama, mencerna keadaan yang sedang ia alami sampai ia merasakan kelembutan di bibirnya berubah menjadi sesuatu yang lembab dan Ruki mengedip-ngedipkan matanya masih tak percaya. Ruki melihat Uruha mengernyitkan dahinya dan membuka mata membuat mereka bertatapan selama beberapa lama.

“Argh!” Uruha menarik tubuhnya, menumpu'kan kepalanya ke atas setir terlihat sedikit frustasi. Sementara Ruki masih cengok.

Uruha melirik makhluk minis itu yang juga tengah menatapnya masih dengan tatapan yang sama seperti saat Uruha membuka matanya di tengah-tengah keputusasaannya karena makhluk minis itu tak kunjung membuka mulutnya dan malah mengunci mulutnya rapat. “Kau menjengkelkan tau!” Uruha mendengus frustasi. “Jangan bilang kau tidak tahu cara berciuman!” 

“He? berciuman?” Ruki cengok, dan itu sukses membuat Uruha kesal sangaaaat kesal.

“KELUAR DARI MOBILKU!!” Bentak Uruha tiba-tiba.

“Ap—aku memang mau keluar!” 

“SEKARANG!!” 

Ruki mendengus segera membuka pintu mobil di sampingnya namun entah kenapa tangannya mendadak lemah seakan tak punya kekuatan hanya untuk sekedar membuka pintu mobil dan saat ia berhasil makhluk minis itu cepat-cepat keluar.
Uruha menatap makhluk minis itu berjalan melewati mobil bagian depannya ke arah gerbang.

“Oi !” 

Ruki kembali menoleh dan ia melihat Uruha sudah menurunkan seluruh kaca pintu mobilnya, sedikit mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil. “Lain kali aku akan mencekikmu kalau kau masih merapatkan mulutmu seperti tadi,” Uruha kembali menyalakan mesin mobilnya, “dan tutup matamu! bodoh.” Uruha kembali menaikan kaca mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan Ruki yang mendadak merasa panas dingin menyadari baru saja laki-laki dalam mobil itu benar-benar menciumnya.

“Lain kali?” 

Apa akan ada lain kali?

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Saga meletakkan cangkir mocca yang baru diseduhnya di atas meja, kembali duduk bersila di atas sofa hitamnya, mengambil remot televisi dan memindahkan-mindahkan
channel televisi tanpa tau apa yang ingin ia tonton. Saga mendengus tak menemukan acara yang menarik yang disajikan para statsiun televisi itu, laki-laki berambut hazel itu melirik ponselnya di atas meja untuk kesekian kalinya yang tak kunjung berdering. Panggilan dari siapa yang ia tunggu?

Saga kembali melemparkan remot televisinya ke sofa yang lain, dan meraih cangkir mocca-nya, menyeruputnya sedikit dan kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa setelah kembali meletakan cangkir moccanya di atas meja, memejamkan kedua matanya. Pikirannya kesana kemari, ia gelisah. Memikirkan bahwa mungkin ketua Osisnya itu benar-benar bertemu dengan wanita itu membuat perasaannya tak tenang. 

Drrt... Drrrt...!

Saga segera membuka mata dan buru-buru melihat layar ponselnya, namun siapa yang memanggil ke ponselnya bukanlah siapa yang ia harapkan. Saga menghela nafas mengambil ponselnya dengan malas.

“Ya?” 

'Takashi, bagaimana keadaanmu nak?'

“Aku baik-baik saja, ibu?” 

'Ibu baik-baik saja, kau jarang menghubungi akhir-akhir ini.'

“Maaf,” Saga sedikit merasa bersalah tapi ia tidak bermaksud sampai melupakan keluarganya. “Ayah?” 

'Ayahmu baik, dia hanya berpesan sebentar lagi kau kelas 3. Kau harus mulai serius belajar, jangan terlalu sering bermain-main. Kami tidak membatasi apapun yang ingin kau lakukan dan senangi tapi sekarang kau harus lebih serius memikirkan masa depanmu!'

Saga sedikit menundukan wajahnya, “aku sudah memikirkannya sejak lama, bu.” 

Saga mendengar sebuah helaan nafas dari seberang sana, 'Takashi, kau sudah janji ! Itu kesenanganmu, itu hobimu. Bukan masa depanmu!'

“Tapi—”  

'Ibu tidak ingin kau membahasnya lagi di depan ayahmu. Dia sudah tidak melarangmu untuk menjadikan itu kesenanganmu, lagipula kau masih bisa melakukannya meskipun kau seorang dokter kan? Jangan mengulang apa yang membuatmu tidak bersama ibu di sini sekarang!'

Saga meremat permukaan sofa di bawah telapak tangannya, ibunya tidak mengerti, tidak ada yang mengerti. Saga tidak ingin menjadi seorang dokter, Saga tidak suka mengobati orang, Saga benci darah, Saga tidak suka hal-hal menjijikan, Saga benci pelajaran biologi! Saga benci belajar! Saga tidak ingin kesenangannya dipandang sebelah mata, Saga tidak ingin itu jadi hal kedua setelah hal-hal yang ia benci. “Aku mengerti,” Laki-laki berambut hazel itu mengucapkannya dengan berat hati.

'Ibu tahu kau anak baik. Jaga pola makan, jangan menyepelekannya! Jangan banyak-banyak bergadang, itu kebiasaan burukmu Takashi.'

“Aku tahu!” Saga sudah bosan mendengar amanat yang sama berulang-ulang.

'Ibu ingin kau menjaga dirimu baik-baik, coba naikan berat badanmu sedikit!'

Saga mendengus, “aku begini bukan karena kurang makan bu!” 

'Ibu tahu, ibu kan sudah bilang coba kau minum vitamin atau apa?'

Saga menggulir bola matanya malas.

'Ya sudah, pokoknya ibu minta jaga diri baik-baik dan ingat! kurangi main dan belajar yang serius!'

“Ya.” 

'Ibu dan ayah menyayangimu Takashi.'

“Aku tahu...” dan dengan itu ibu Saga mengakhiri panggilannya, “kalian hanya tidak mengerti aku,” gumam Saga sedikit menundukan kepalanya. Laki-laki berambut hazel itu tersenyum kecut kembali mengangkat kepalanya dan menengadah menatap langit-langit apartmentnya. Dan Saga tidak pernah merasa ingin membagi masalahnya dengan siapapun, tapi dia sudah terlalu lama memendamnya seorang diri dan untuk pertama kalinya ia merasa butuh seseorang untuk mendengarkannya. Ruki mungkin orang yang tepat, tapi Saga ingin seseorang lain yang berada di sampingnya sekarang.

Saga mengangkat ponselnya ke udara, mencari nama kontak seseorang dan setelah ia menemukannya, Saga melihat sebutan untuk orang itu tertera di layar ponselnya dan pemuda berambut hazel itu hanya menatapnya tanpa melakukan apapun.

“Brengsek!” Saga mendengus melempar ponselnya pelan ke atas meja, “Aku tidak akan mengganggumu Tora! Bersenang-senanglah kau dengan perempuan itu!” Saga kembali meraih remot televisinya dan berusaha konsentrasi melihat acara di layar televisinya tapi.... ia tidak bisa. 

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Ruki meneguk air putih untuk membantu obat yang ia minum agar masuk ke perutnya. Makhluk minis itu meletakkan kembali gelas air putihnya dan segera memasukan obat-obatnya ke dalam tas yang berisi seragam sekolah dan seragam kerjanya, ia harus masuk kerja. Ruki melihat jam tangannya sebelum akhirnya menarik tas gendongnya dan berjalan ke pintu untuk keluar kamar. Saat Ruki membuka pintu kamarnya, makhluk minis itu melihat Uruha beberapa langkah dari depan pintu berdiri sambil menoleh ke arahnya, terlihat sedikit kaget Ruki membuka pintu.

“Oh, kau sudah pulang?” Ruki mengernyitkan dahinya, “Apa yang sedang kau lakukan di situ?” 

“Ha? Apa? Aku sedang lewat.” Jawab Uruha ketus.

Ruki memalingkan wajah sambil membenarkan posisi tas gendong di pundaknya. Mungkin efek dari ingatan Ruki mengingat kembali apa yang Uruha lakukan tadi, makhluk minis itu agak-agak tidak berani melihat wajah Uruha lama-lama. Sebenarnya ia ingin sekali bertanya kenapa Uruha menciumnya tadi, tapi ia tak ingin lebih canggung lagi saat berhadapan dengan Uruha karena membawa pembicaraan tentang itu kembali ke permukaan, “Kalau lewat ya jalan, kau berhenti di situ untuk apa?” 

“Memangnya kau pikir aku sedang apa? Kau mau aku sedang apa? Berpikir untuk mengetuk pintu kamarmu kemudian menanyakan keadaanmu?” 

“Aku tidak berpikir begitu!” 

“Kau pasti berpikir begitu! kau senang kan kalau itu yang kupikirkan? tentu kau senang, kau kan menyukaiku!” Uruha menggulir bola matanya dan Ruki menganggap itu sebagai olokan.

“Berhenti dengan kalimat 'kau kan menyukaiku! kau kan menyukaiku!' kau menyebalkan Uruha!” Ruki mulai gondok.

Uruha sedikit menaikan satu alisnya, “Kenapa? aku tidak salah, kau memang menyukaiku kan?” 

Ruki kembali memalingkan wajahnya, lupa kalau ia tak bisa menatap wajah Uruha lama-lama, “sekarang mungkin iya, tapi aku akan berusaha membuat kata-katamu itu salah!” 

Uruha semakin menaikan satu alisnya, “memangnya kau bisa?” 

Ruki mendengus kesal, “kenapa tidak?! kau orang yang menyebalkan, mudah sekali untuk dibenci.” 

“Hoo...” Uruha menggulir bola matanya malas, “dan kau akan beralih menyukai Reita?” 

“Jangan membiasakan menebak sembarangan pemikiran orang.” Ruki mendengus mengunci pintu kamarnya , wajah kusutnya menunjukan ia masih jengkel dengan Uruha.

“Tidak kuizinkan!” 

“Hah?!” Ruki menoleh sambil mengernyitkan dahinya saat tiba-tiba Uruha menumpu'kan dagunya di sebelah bahu Ruki, membuat sudut bibir makhluk minis itu sedikit menyentuh pipi Uruha.

“tidak kuizinkan kau berhenti menyukaiku!” Uruha melirik wajah Ruki di samping kepalanya dengan ekor matanya. Dan ia berhasil membuat Ruki membatu.

“Tuan muda Uruha?” 

Uruha mengangkat dagunya dari bahu Ruki dan beralih menatap butler keluarga Yuuji dan seorang maid yang terlihat membawakan dua tas gendut yang tadi ia suruh untuk bawakan dari mobilnya. “Oh, simpan saja di kamarnya!” suruh Uruha sambil menunjuk Ruki.

“Tasku?” Makhluk minis itu baru sadar dari ke-shock-annya(?) akan kelakuan Uruha beberapa saat lalu. “Kenapa bisa ada pada Nimo-san?” tanya Ruki bingung melihat kedua tas besar berisi segala keperluan tinggalnya di tempat Saga ada di tangan Nimo dan maidnya.

“Aku yang membawanya, kenapa?” tanya Uruha inosen.

“Apa? Itu kan barang -barang keperluan tinggalku di tempat Saga!” 

“Kau tinggal di sini lagi sekarang.” 

“Hah?” 

Uruha menaikan satu alisnya memperhatikan penampilan Ruki berikut tas yang digendongnya, “dan... mau kemana kau?” Uruha menarik-narik ke samping pelan tas yang digendong Ruki.

“Aku mau berangkat kerja,” Ruki menepuk tangan Uruha yang menarik tasnya.

“Apa kau tidak dengar? Aku bilang kau tinggal di sini lagi mulai sekarang! Jadi gak usah pake acara kerja-kerja segala!” Uruha mendengus.

“Mana bisa seenaknya begitu! Aku susah-susah dapat pekerjaan itu! mana bisa berhenti seenaknya!” Ruki sedikit mendengus, “lagipula aku betah tinggal di tempat Saga,” gumam Ruki.

Uruha menatap Ruki datar, “Kau pikir temanmu itu akan dengan senang hati bersedia menampungmu selamanya? Aku akan bilang pada Reita agar atasanmu segera memecatmu!” Uruha mengeluarkan ponselnya.

“Apa?! Kau jangan seenaknya Uruha!” Protes Ruki kesal.

Uruha mendelik Ruki, “Kenapa? Apa yang kulakukan bukan hal yang menyusahkanmu kan?” 

Ruki sedikit mengembungkan kedua pipinya, “Aku tidak suka kau menyuruhku keluar dari sini dan sekarang memutuskan aku tinggal di sini lagi seenak jidatmu!” Ruki sedikit menggigit bibir bawahnya, “Lagipula aku suka bekerja!” makhluk minis itu menggulir bola matanya sedikit keberatan dengan kata-katanya sendiri.

“Hn?” Uruha mengalihkan tatapannya dari layar ponselnya, mendelik Ruki sekali lagi, “Kalau memang kau sangat suka bekerja, banyak pekerjaan di rumah ini. Kau bisa pel semua lantai di rumah ini?” 

“Aku suka pekerjaan yang menghasilkan uang!!” Ruki kesal.

“Aku bisa membayarmu untuk melakukan pekerjaan rumah,” Uruha bicara dengan tampang sok-nya membuat Ruki ingin nonjok wajah sombongnya itu. “Atau kau mau jadi pelayan pribadiku?” Uruha menatap makhluk minis itu sedikit menarik sudut bibirnya menyunggingkan senyum jahil sementara kedua mata Ruki membulat sempurna karena kata-katanya. Nimo dan maidnya terlihat prihatin dengan keadaan yang sedang Ruki alami sekarang, mereka melihat tuan muda kecil mereka itu kembali membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam dengan wajah campur aduk.

“Oi, tasmu!” Seru Uruha.

Ruki kembali membuka pintunya dengan tidak rela, sejenak mendelik Uruha kemudian beralih pada Nimo dan maidnya, “terimakasih Nimo-san,” Ruki mengambil tasnya dari tangan butler keluarga Yuuji itu dan Nimo melihat Ruki sedikit kesusahan membawa kedua tas besar itu seorang diri hingga Nimo menawarkan diri untuk membantunya membawa sampai ke dalam kamarnya, namun Ruki menolak dan bersikeras melakukannya sendiri.

JBRUD!!

Uruha kembali memasukan ponselnya ke dalam saku celana seragamnya, “Berani dia membanting-banting pintu! Sudah berasa di rumah sendiri rupanya?” Uruha menatap pintu kamar Ruki sambil melonggarkan dasi seragam sekolahnya.

“Ini rumahnya.” 

Uruha melirik Nimo dengan ekor matanya, “aku tidak minta jawaban.” Ucapnya ketus dan Nimo hanya tersenyum menganggukan kepalanya.

Ruki meletakan kedua tasnya di atas tempat tidur dengan sedikit kesusahan, kemudian ia mendudukan dirinya di samping kedua benda itu dengan sedikit helaan nafas. “Orang itu kenapa?” gumam Ruki dengan tampang horor. Sikap Uruha hari ini benar-benar melenceng dari jalurnya dan Ruki merasa ada yang salah dengannya. Bohong kalau dikatakan Ruki tidak senang dengan beberapa sikap Uruha yang agak melenceng itu, tapi itu juga membuat Ruki takut. Mungkin kepalanya terbentur sesuatu hingga otaknya sedikit terganggu dan konslet? Atau itu karena Uruha depresi Sharon kembali?

“tidak kuizinkan kau berhenti menyukaiku!” 

Ruki mendengus mengingat kata-kata Uruha beberapa saat yang lalu. “Aku yang punya perasaan, terserah aku mau mengapakan perasaanku!” dengus makhluk minis itu pelan.

☆TBC☆  (◕‿◕✿)

Maaf lagi XD *ditabok*